Meski bukan memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air, namun pria asal Indonesia ini mungkin satu-satunya pejuang yang berperang melawan kekejaman Nazi di Belanda. Namanya Irawan Soejono, seorang pelajar Indonesia yang saat itu sedang menimba ilmu di negeri kincir angin sejak tahun 1934.
Walaupun bukan negaranya, melihat kekejaman penjajah di depan mata, membuatnya tidak tinggal diam untuk melawan. Soejono memulai pergerakannya lewat sebuah organisasi muda di Belanda, dan apa yang dilakukannya pun sedikit banyak membawa pengaruh besar.
Nazi mulai masuk ke Belanda di tahun 1940-an dan saat itu Irawan sudah sangat dikenal di kalangan kampusnya. Bahkan dia adalah salah satu anggota kepercayaan di Perhimpunan Indonesia, sebuah organisasi yang berisikan para pemuda Indonesia di Belanda.
Ketika Nazi meletuskan perang, Irawan dan kawan-kawan pun mulai melakukan banyak pergerakan untuk membantu Belanda. Ia pernah menjadi orang yang menangkap dan menyebarkan pesan-pesan sekutu lewat radio dan surat kabar bawah tanah.
Ia bertanggung jawab atas berbagai alat-alat yang memungkinkan untuk digunakan untuk menyebarkan pesannya. Karena tugas besar tersebut membuatnya menjadi incaran utama para tentara Nazi jika pesan-pesan tersebut sampai bocor.
Tidak hanya melakukan perlawanan di bawah tanah, Irawan juga beraksi nyata dengan mengangkat senjata dan bergabung dalam kelompok bersenjata. Meski tidak begitu detail bagaimana perlawanannya, namun diceritakan Irawan harus melakukan baku tembak saat membawa peralatan cetak surat kabarnya.
Irawan dan kelompok bawah tanahnya saat itu semakin gencar mencetak dan menyebarkan berita-berita soal Nazi ke seluruh negara Belanda, sampai-sampai Nazi dibuatnya geram. Alhasil ia pun harus berhati-hati karena pergerakannya sudah mulai terendus oleh Nazi.
Ia pun akhirnya ditangkap saat membawa salah satu mesin cetaknya. Namun Irawan ternyata tidak dibiarkan lolos begitu saja oleh Gestapo, polisi rahasia Nazi.
Aksi kejar-kejaran pun terjadi hingga beberapa peluru menembus dada Irawan dan akhirnya ia harus meninggal saat itu juga. Irawan meninggal pada 13 Januari 1945 di Leiden pada usia 23 tahun.
Atas perjuangan dan pengorbanan Irawan, Belanda menamai salah satu jalan di Osdorp, Amsterdam dengan Irawan Soejonostraat (Jalan Irawan Soejono) tahun 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar