Cari Blog Ini

Gigi anda berlubang..? Jangan tambal apalagi cabut, ini solusinya, tolong bantu di Sebarkan agar teman-teman kita Semua Pada tahu.....!!!!

Gigi berlubang yaitu jenis sakit gigi yang banyak dihadapi oleh sebagian orang di Indonesia, hal itu akan diiringi dengan bau mulut yang sekian mengganggu.

Zaman dahulu orang menganggap, apabila hal sejenis ini jalan karena gigi dikonsumsi oleh ulat. Fikiran ini senantiasa bertahan sampai saat ke 17.

Tetapi seorang dokter gigi bernama Willoughby Miller, dapatkan pemicunya pemb " usukan pada gigi.

Dia capai apabila terjadinya lubang gigi sesungguhnya karena oleh pertemuan pada bakteri serta gula.

Bakteri akan mengubah gula dari bekas makanan jadi asam yang sebabkan lingkungan gigi jadi asam.

Sedang lingkungan gigi yang baik harusnya berbentuk basa dan tak berbentuk asam. Oleh karena itu, jadi jalan lubang kecil pada susunan e-mail gigi yang semakin lama akan semakin jadi membesar apabila tak selekasnya diakukan.

Dokter gigi (Drg) Stephanie Hadiyanto dari RS Elisabeth Semarang memberikan, berdasarkan pada pada tehnologi kedokteran
paling baru, gigi jadi sebaiknya dipertahankan selama mungkin didalam rongga mulut.

Tujuannya untuk jauhi resikonya dari mencabut gigi.

“Karena banyak yang setelah gigi dicabut, ditinggalkan sekian saja, tidak diganti atau ditambal, ” ungkap Drg Stephanie, seperti kami kutip dari Tribunnews.

Saat lubang sisa gigi ditinggalkan terbuka, gigi samping yang aktif akan bertukar isi ruangan yang kosong. Diluar itu gigi antagonis segi atas dapat jadi lebih panjang.

Ini jalan karena tanda-tanda gigi saat digunakan untuk menguyah makanan bakal mencari antagonisnya.

Pergeseran atau pemanjangan gigi, melalui langkah estetika akan kurangi keindahan gigi.

Oleh karena itu apabila rusaknya mahkota gigi optimal sampai 3/4 persen atau mungkin saja dengan kata lain tinggal seperempat saja, tetap masih bisa dipertahankan.

Langkahnya gigi dip4sak didalam saluran akar.

Selanjutnya dibuatkan mahkota dengan bahan titanium.

Gigi baru ini dapat bertahan sampai sekitaran lima th.. Manfaat kunyah masih tetap terbaik serta bagus dari sisi estetika

Semoga Bermanfaat

TERBONGKARNYA "CSIS" DAN RAHASIA JENDRAL ANTI ISLAM

(Kamis, 31 Juli 2014)

Saya pernah menempuh pendidikan di sekolah milik Cosmas Batubara, tokoh eksponen’66 yang menghadiri rapat di rumah Fahmi Idris yang juga dihadiri Sofyan Wanandi (Jakarta Post).

Rapat mana untuk pertama kalinya Benny Moerdani mengungkap rencana menggulingkan Presiden Soeharto melalui kerusuhan rasial anti Tionghoa dan Kristen (Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, Penerbit Mizan, hal. 316).

Salah satu kegiatan wajib di sekolah milik Cosmas Batubara adalah melakukan retreat dan tahun ajaran 1992-1993, seluruh siswa kelas 5 SD retreat selama lima hari di sebuah wisma sekitar Klender yang lebih mirip asrama daripada tempat retreat.

Wisma lokasi retreat tersebut sudah sangat tua dan berdesain khas gedung tahun 1960an. Sejak awal menjejakan kaki di sana saya sudah merasakan aura  yang tidak enak dan ini sangat berbeda dari lokasi retreat lain seperti Maria Bunda Karmel di puncak.

Adapun kegiatan selama retreat lebih menekankan kepada kedisiplinan dan melatih mental sehingga setiap kamar tidak ada kipas angin atau AC, dan selama retreat kami dipaksa bangun jam 4 pagi ppadahal baru tidur rata-rata jam 11 malam, ada puasa sepanjang hari, berdoa semalam suntuk dan ada beberapa kegiatan yang tidak lazim seperti diminta mencium dan mengingat bau bumbu masakan atau bunga yang disimpan dalam beberapa botol kecil selanjutnya mata ditutup dan setiap anak akan disodori botol-botol tadi dan diminta menebak bau/wangi apa.

Puluhan tahun kemudian saya membaca bahwa pada tahun 1967 tempat pendidikan Kaderisasi Sebulan (Kasebul) milik Pater Beek dipindahkan ke Klender, Jakarta Timur yang memiliki tiga blok, 72 ruangan dan 114 kamar tidur. Apakah lokasi yang sama Kasebul dengan tempat retreat adalah tempat yang sama? Saya tidak tahu.

Puluhan tahun kemudian saya masih ingat pengalaman selama lima hari yang luar biasa melelahkan tersebut padahal saya tidak ingat pengalaman retreat saat di Maria Bunda Karmel, dan karena itu saya menjadi paham maksud Richard Tanter bahwa metode Kasebul yang melelahkan jiwa dan raga tersebut pada akhirnya akan menciptakan kader yang sepenuhnya setia, patuh kepada Pater Beek secara personal, menjadi orangnya Beek seumur hidup dan bersedia melakukan apapun bagi Pater Beek sekalipun  kader tersebut sudah pulang ke habitat asalnya.

Apakah Kasebul masih dilakukan hari ini mengingat kekuatan Katolik dan Paus di Roma sudah tidak sekuat puluhan tahun silam, namun saya yakin Kasebul masih ada setidaknya tahun 1992-1993 sebab  Suryasmoro Ispandrihari mengaku kepada Mujiburrahman bahwa tahun 1988 dia pernah ikut Kasebul dan diajarkan untuk anti Islam, pernyataan yang dibenarkan oleh Damai Pakpahan, peserta Kasebul tahun 1984. Oleh karena itu saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan murid-murid pertama Pater Beek seperti Jusuf Wanandi, dan Sofyan Wanandi di CSIS bila mereka sampai hari ini tidak bisa melepas karakter Ultra Kanan untuk melawan Islam, bagaimanapun begitulah didikan Pater Beek, tapi tetap saja mereka tidak bisa dimaafkan karena mendalangi Kerusuhan 13-14 Mei 1998 dan harus diproses secara hukum.

Upaya menggerakan massa untuk jatuhkan Presiden Soeharto bisa dianggap dimulai pada tanggal 8 Juni 1996, ketika Yopie Lasut selaku Ketua Yayasan Hidup Baru mengadakan pertemuan tertutup dengan 80 orang di Hotel Patra Jasa dengan tema “MENDORONG TERCIPTANYA PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP REZIM ORDE BARU DI DAERAH-DAERAH” yang dihadiri antara lain oleh aktivis mahasiswa radikal, tokoh LSM, mantan tapol, Sofyan Wanandi-Megawati Soekarnoputri-Benny Moerdani.

Tidak berapa lama kemudian, operasi Benny Moerdani untuk meradikalisasi rakyat dengan tujuan “mendorong” mereka bangkit melawan Presiden Soeharto dimulai ketika pada tanggal 22 Juni 1996, Dr. Soerjadi, orang yang pada tahun 1986 pernah diculik Benny Moerdani ke Denpasar dan akhirnya menjadi Ketua PDI periode 1986-1992 dengan diperbantukan Nico Daryanto dari CSIS dan bekerja di bank milik kelompok usaha Sofyan Wanandi yaitu Gemala Grup dan akhirnya menjadi Presiden Direktur PT Aica Indonesia, akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum PDI menggeser boneka Benny Moerdani untuk menggantikan Presiden Soeharto yaitu Megawati Soekarnoputri dalam kongres yang juga dibiayai oleh Sofyan Wanandi.

Adapun menurut kesaksian Alex Widya Siregar, terpilihnya Megawati Soekarnoputri pada munas tahun 1993 adalah karena Direktur A Badan Intelijen ABRI waktu itu yaitu Agum Gumelar menggiring peserta munas ke Hotel Presiden sambil ditodong pistol dan mengatakan “Siapa tidak memilih Megawati akan berhadapan dengan saya.” Belakangan diketahui bahwa Agum Gumelar adalah salah satu anak didik yang setia kepada Benny Moerdani dan bersama Hendropriyono menerima perintah untuk seumur hidup menjaga Megawati Soekarnoputri.

Sebulan kemudian pada tanggal 27 Juli 1996 terjadi penyerbuan ke kantor PDI oleh massa Dr. Soerjadi menghantam massa PDI Pro Mega yang sedang berorasi di depan kantor PDI, dan Megawati telah mengetahui dari Benny Moerdani bahwa penyerbuan akan terjadi namun dia mendiamkan sehingga berakibat matinya ratusan pendukung Megawati dan menelan korban harta dan jiwa dari rakyat sekitar. Pada hari bersamaan Persatuan Rakyat Demokratik yang didirikan oleh Daniel Indrakusuma alias Daniel Tikuwalu, Sugeng Bahagio, Wibby Warouw dan Yamin mendeklarasikan perubahan nama menjadi Partai

Rakyat Demokratik yang mengambil tempat di YLBHI, dan selanjutnya pasca Budiman Soejatmiko dkk ditangkap, pada Agustus 1997 PRD deklarasikan perlawanan bersenjata.
Hasil karya CSIS-Benny Moerdani-Megawati dalam Kudatuli antara lain: berbagai gedung sepanjang ruas jalan Salemba Raya seperti Gedung Pertanian, Showroom Auto 2000, Showroom Honda, Bank Mayapada, Dept. Pertanian, Mess KOWAD, Bus Patas 20 jurusan Lebak Bulus - Pulo Gadung, bus AJA dibakar massa. Sepanjang Jl. Cikini Raya beberapa gedung perkantoran seperti Bank Harapan Sentosa dan tiga mobil sedan tidak luput dari amukan massa dll.

Selanjutnya pada hari Minggu, 18 Januari 1998 terjadi ledakan di kamar 510, Blok V, Rumah Susun Johar di Tanah Tinggi, Tanah Abang sesaat setelah jam berbuka puasa yang membuat ruangan seluas 4 x 4 meter tersebut hancur berantakan. Langit-langit yang bercat putih porak-poranda, atap ambrol, dinding retak, salah satu sudut jebol dan di sana sini ada bercak darah. Menurut keterangan Mukhlis, Ketua RT 10 Tanah Tinggi bahwa Agus Priyono salah satu pelaku yang tertangkap saat melarikan diri, ditangkap dalam kondisi belepotan darah dan luka di bagian kepala dan tangannya, sementara dua lainnya berhasil kabur. Setelah melakukan pemeriksaan, polisi menemukan: 10 bom yang siap diledakan, obeng, stang, kabel, botol berisi belerang, dokumen notulen rapat, paspor dan KTP atas nama Daniel Indrakusuma, disket, buku tabungan, detonator, amunisi, laptop berisi email dan lain sebagainya. Dari dokumen tersebut ditemukan fakta bahwa Hendardi, Sofyan Wanandi, Jusuf Wanandi, Surya Paloh, Benny Moerdani, Megawati terlibat dalam sebuah konspirasi jahat untuk melancarkan kerusuhan di Indonesia demi gulingkan Presiden Soeharto.

Temuan tersebut ditanggapi Baskortanasda Jaya dengan memanggil Benny Moerdani (dibatalkan), Surya Paloh (metro tv) dan kakak beradik Wanandi dengan hasil:

1. Surya Paloh membantah terlibat dengan PRD namun tidak bisa mengelak ketika ditanya perihal pemecatan wartawati Media Indonesia yang menulis berita mengenai kasus bom rakitan di Tanah Tinggi tersebut.

2. Jusuf Wanandi dan Sofyan Wanandi membantah terlibat pendanaan PRD ketika menemui Bakorstanas tanggal 26 Januari 1998, namun keesokan harinya pada tanggal 27 Januari 1998 mereka mengadakan pertemuan mendadak di Simprug yang diduga rumah Jacob Soetoyo bersama Benny Moerdani, A. Pranowo, Zen Maulani dan seorang staf senior kementerian BJ Habibie dan kemudian tanggal 28 Januari 1998, Sofyan Wanandi kabur ke Australia yang sempat membuat aparat berang dan murka. Sofyan Wanandi baru kembali pada bulan Februari 1998.

Bersamaan dengan temuan dokumen penghianatan CSIS dan Benny Moerdani tersebut, dan fakta bahwa Sofyan Wanandi menolak gerakan “Aku Cinta Rupiah” padahal negara sedang krisis membuat banyak rakyat Indonesia marah dan segera melakukan demo besar guna menuntut pembubaran CSIS namun Wiranto melakukan intervensi dengan melarang demonstrasi. Mengapa Wiranto membantu CSIS? Karena dia adalah orangnya Benny Moerdani dan bersama Try Soetrisno sempat digadang-gadang oleh CSIS untuk menjadi cawapres Presiden Soeharto karena CSIS tidak menyukai BJ Habibie dengan ICMI dan CIDESnya.

Kepanikan CSIS atas semua kejadian ini terlihat jelas dalam betapa tegangnya rapat konsolidasi pada hari Senin, 16 Februari 1998 di Wisma Samedi, Klender, Jakarta Timur (dekat lokasi Kasebul) dan dihadiri oleh Harry Tjan, Cosmas Batubara, Jusuf Wanandi, Sofyan Wanandi, J. Kristiadi, Hadi Susastro, Clara Juwono, Danial Dhakidae dan Fikri Jufri.

Ketegangan terutama terjadi antara J. Kristiadi dengan Sofyan Wanandi sebab Kristiadi menerima dana Rp. 5miliar untuk untuk menggalang massa anti Soeharto tapi CSIS malah menjadi sasaran tembak karena ketahuan mendanai gerakan makar. Akibatnya Sofyan dkk menuduh Kristiadi tidak becus dan menggelapkan dana. Tuduhan ini dijawab dengan beberkan penggunaan dana terutama kepada aktivis “kiri” di sekitar Jabotabek, misalnya Daniel Indrakusuma menerima Rp. 1,5miliar dll. Kristiadi juga menunjukan berkali-kali sukses menggalang massa anti Soeharto ke DPR, dan setelah CSIS didemo, Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta (FKMIJ) yang setahun terakhir digarap segera mengecam demo tersebut. Di akhir rapat disepakati bahwa Kristiadi akan menerima dana tambahan Rp. 5 miliar.

Karena kondisi sudah mendesak bagi Benny Moerdani, kakak beradik Wanandi dan CSIS sehingga mereka memutuskan untuk mempercepat pelaksanaan kejatuhan Presiden Soeharto memakai rencana yang pernah didiskusikan di rumah Fahmi Idris pada akhir tahun 1980an yaitu kerusuhan rasial. Adapun metode kerusuhan akan meniru Malari yang dilakukan oleh Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani dengan diperbantukan Sofyan Wanandi yang mendanai GUPPI, yaitu massa yang menunggangi demo mahasiswa UI demi menggulingkan Jenderal Soemitro.

Sekedar mengingatkan Malari yang terjadi pada tanggal 15 - 16 Januari 1976 adalah kerusuhan dengan menunggangi aksi anti investasi asing oleh mahasiswa UI atas hasutan Hariman Siregar, orangnya Ali Moertopo. Kerusuhan mana kemudian membakar Glodok, Sudirman, Matraman, Cempaka Putih, Roxy, Jakarta-By-Pass, 11 mati, 17 luka parah, 200 luka ringan, 807 mobil hancur atau terbakar, 187 motor hancur atau terbakar, 144 toko hancur dan 700 kios di Pasar Senen dibakar habis. Ini semua buah tangan Wanandi bersaudara, Ali Moertopo dan CSISnya.

Masalah yang harus dipecahkan untuk membuktikan bahwa CSIS adalah dalang Kerusuhan 13-14 Mei 1998 adalah:

1. Siapa yang membuat rencana dan mendanai (think);
2. Identitas massa perusuh (tank); dan
3. Siapa yang bisa menahan semua pasukan keamanan dan menghalangi perusuh?

Ad. 1. Pembuat rencana sudah dapat dipastikan muridnya Ali Moertopo, dalang Malari, yaitu Benny Moerdani dan Jusuf Wanandi. Sedangkan dana juga sudah dapat dipastikan berasal Sofyan Wanandi yang meneruskan peran almarhum Soedjono Hoemardani sebagai donatur semua operasi intelijen CSIS dan Ali Moertopo.

Benny Moerdani mengendalikan Kerusuhan 13-14 Mei 1998 dari Hotel Ria Diani, Cibogo, Puncak, Bogor. Adapun SiaR milik Goenawan Mohamad yang tidak lain sekutu Benny Moerdani bertugas membuat alibi bagi CSIS, antara lain dengan menyalahkan umat muslim sebagai dalang Kerusuhan 13-14 Mei 1998 dengan menulis bahwa terdapat pertemuan tujuh tokoh sipil dan militer pada awal Mei 1998 antara lain Anton Medan, Adi Sasono, Zainuddin MZ, di mana konon Adi Sasono menegaskan perlu kerusuhan anti-Cina untuk menghabiskan penguasaan jalur distribusi yang selama ini dikuasai penguasa keturunan Tionghoa.

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/07/14/0014.html

Ad. 2. Sampai sekarang massa perusuh tidak diketahui identitasnya namun dalam sejarah kerusuhan CSIS, penggunaan preman bukan hal baru. Dalam kasus Malari, CSIS membina dan mengerahkan GUPPI, tukang becak, dan tukang ojek untuk tujuan menunggangi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa. Dalam kasus penyerbuan ke Timor Leste, CSIS dan Ali Moertopo mengirim orang untuk bekerja sama dengan orang lokal melawan Fretilin sehingga Timor Leste menjadi kisruh yang kemudian menjadi dalih bagi Benny Moerdani menyerbu Timor-Timur. Begitu juga dalam kasus Kudatuli, CSIS menggunakan preman dan buruh bongkar muat dari daerah Pasar Induk Kramat Jati, 200 orang yang terlatih bela diri dari Tangerang, dan lain sebagainya.

Bahkan setelah reformasi, terbukti Sofyan Wanandi mendalangi demonstrasi yang menamakan diri Front Pembela Amar Maruf Nahi Mungkar yang menuntut Kwik Kian Gie mundur karena memiliki saham di PT Dusit Thani yang bergerak dalam usaha panti pijat ketika pemerintah dan DPR berniat menuntaskan kredit macet milik kelompok usaha Sofyan Wanandi sebagaimana diungkap Aberson Marle Sihaloho dan Didik Supriyanto, keduanya anggota fraksi PDIP. Adapun kredit macet dimaksud adalah hutang PT Gemala Container milik Sofyan Wanandi kepada BNI sebesar Rp. 92miliar yang dibayar melalui mekanisme cicilan sebesar Rp. 500juta/bulan atau baru lunas 184 tahun kemudian, dan tanpa bunga.

Ad. 3. Adalah fakta tidak terbantahkan bahwa tidak ada tentara selama kerusuhan tanggal 13 dan 14 Mei 1998, dan bilapun ada, mereka hanya menyaksikan para perusuh menjarah dan membakar padahal bila saja dari awal para tentara tersebut bertindak tegas maka dapat dipastikan akan meminimalisir korban materi dan jiwa. Pertanyaannya apakah hilangnya negara pada kerusuhan Mei disengaja atau tidak?

Fakta lain yang tidak terbantahkan adalah Kepala BIA yaitu Zacky Anwar Makarim memberi pengakuan kepada TGPF bahwa ABRI telah memperoleh informasi akan terjadi kerusuhan Mei. Namun ketika ditanya bila sudah tahu mengapa kerusuhan masih terjadi, Zacky menjawab tugas selanjutnya bukan tanggung jawab BIA. Jadi siapa “user” BIA? Tentu saja Panglima ABRI Jenderal Wiranto yang berperilaku aneh sebab Jakarta rusuh pada tanggal 13 Mei 1998 dan pada tanggal 14 Mei 1998 dia membawa KSAD, Danjen Kopassus, Pangkostrad, KSAU, KSAL ke Malang untuk mengikuti upacara serah terima jabatan sampai jam 1.30 di mana sekembalinya ke Jakarta, kota ini sudah kembali terbakar hebat.

Keanehan Wiranto juga tampak ketika malam tanggal 12 Mei 1998 dia menolak usul jam malam dari Syamsul Djalal dan dalam rapat garnisun tanggal 13 Mei 1998 malam dengan agenda situasi terakhir ketika dia membenarkan keputusan Kasum Letjend Fahrul Razi menolak penambahan pasukan untuk Kodam Jaya dengan alasan sudah cukup. Selain itu Wirantomenolak permintaan Prabowo untuk mendatangkan pasukan dari Karawang, Cilodong, Makasar dan Malang dengan cara tidak mau memberi bantuan pesawat hercules sehingga Prabowo harus mencarter sendiri pesawat Garuda dan Mandala. Bukan itu saja, tapi KSAL Arief Kusharyadi sampai harus berinisiatif mendatangkan marinir dari Surabaya karena tidak ada marinir di markas mereka di Cilandak KKO dan atas jasanya ini, Wiranto mencopot Arief Kusharyadi tidak lama setelah kerusuhan mereda.

Mengapa Wiranto membiarkan kerusuhan terjadi? Tentu saja karena dia adalah orangnya Benny Moerdani, dan setelah Soeharto lengser, Wiranto bekerja sama dengan Benny Moerdani antara lain dengan melakukan reposisi terhadap 100 perwira ABRI yang dipandang sebagai “ABRI Hijau” dan diganti dengan perwira-perwira yang dipandang sebagai “ABRI Merah Putih.”

Setelah Kerusuhan 13-14 Mei 1998, Wiranto bergerak menekan informasi mengenai terjadinya pemerkosaan massal terhadap wanita etnis Tionghoa termasuk marah karena pengumuman dari TGPF bahwa terjadi pemerkosaan selama kerusuhan. Tidak berapa lama, Ita Marthadinata, relawan yang membantu TGPF dan berumur 17 tahun mati dibunuh di kamarnya sendiri dengan luka mematikan di leher sedangkan sampai hari ini latar belakang pembunuhnya yaitu Otong tidak diketahui dan dicurigai dia adalah binaan intelijen. Kecurigaan semakin menguat sebab beberapa hari sebelum kejadian, Ita dan keluarganya membuat rencana akan memberikan kesaksian di Kongres Amerika mengenai temuan mereka terkait korban Kerusuhan 13-14 Mei 1998.

(AM Panjaitan)

Jadi Kenapa Kecurangan dalam pemilu TNI/POLRI hanya diam saja, Bukankah mereka punya bukti kuat bahwa prabowo mendapat 54% suara lebih unggul dari pada jokowi...lantas siapakah yang ada dalam pimpinan TNI / POLRI sekarang...Barisan hijau kah atau Barisan Merah kah...?

Jika Anda Pintar Pasti Tidak Cukup Sekali Membaca Artikel FAKTA Ini...!!

Waspadalah - Waspadalah !!
Terhadap para mafia-mafioso, political dan militaries...

PESAN PRESIDENT RI 1 SOEKARNO :

" Di jamanku melawan penjajah itu lebih mudah sebab melawan bangsa asing

Namun di jaman kalian esok melawan penjajah itu lebih sulit karna musuhnya anak bangsa sendiri "

Selamatkan Indonesia....!!

Sumber :
Gebraknews.com

KNPI Kota Bekasi Jadi 2 (Mirip Naga Bonar Jadi 2)

KOTA BEKASI (bekasiundercover.com)– Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Barat, Siti Aisyah memecat Beny Surya alias cole sebagai Ketua KNPI Kota Bekasi.

Dalam rilisnya Siti Aisyah yang juga anggota DPRD Jawa Barat, menyebutkan, bahwa dirinya banyak menerima pertanyaan dari jurnalis soal kepemimpinan KNPI Kota Bekasi saat ini. Berikut pernyataan anak dari mantan walikota Bekasi, Almarhum Ahmad Zurfaih.

Merespons pertanyaan dari wartawan, jurnalis, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, dengan ini kami menjawab dan memberikan keterangan sebagai berikut:

1. Memberhentikan Bung Benny Surya alias Cole dari jabatan Ketua DPD KNPI Kota Bekasi melalui Keputusan Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia Provinsi Jawa Barat Nomor: KEP.03/DPDKNPI/JBR/I/2017 Tentang Pengesahan Personalia Caretaker Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia Kota Bekasi.

2. Bahwa berdasar pada Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-0012488.AH.0107 tahun2016, sebagaimana merupakan keputusan terakhir yang dikeluarkan oleh Kementerian hukum dan HAM menyatakan bahwa Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia adalah Fahd A. Rafiq.

3. Sebagai tindak lanjut, Ketua Umum yang sah menurut peraturan perundang-undangan, Fahd A. Rafiq, mengesahkan Siti Aisyah sebagai Ketua DPD KNPI Provinsi Jawa Barat. Apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ini, maka akan diambil langkah organisasi yang diperlukan.

4. Hal ini dilakukan demi terciptanya kesepahaman dan membangun kembali semangat persatuan dan kesatuan antar pemuda di Kota Bekasi.

Demikian keterangan pers ini dibuat dan diperbolehkan untuk dikutip secara terbuka sebagai pernyataan saya.

Bandung, 22 Januari 2017
Dewan Pengurus Daerah

DR. Siti Aisyah Ahmad Zurfaih
Ketua

Inilah Fakta Kebiadaban PKI yang Telah Membunuh Ribuan Penduduk dan Masyarakat Muslim Indonesia


69 tahun sejak peristiwa pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 dan kemudian berulang kembali peristiwa pemberontakan pada G30SPKI Tahun 1965, namun ancaman komunisme di Indonesia seakan sengaja dibiaskan. Bahkan beberapa pihak sempat mewacanakan agar pemerintah Indonesia harus meminta maaf terhadap kader-kader Partai Komunis Indonesia (PKI).

Berikut ini tulisan dari sejarawan bernama Agus Sunyoto yang mengungkapkan fakta sejarah bagaimana kebiadaban PKI dalam upaya melakukan makar dan pemberontakan, ribuan nyawa umat Islam Indonesia telah menjadi kurban, simbol-simbol Islam telah dihancurkan.

Kebiadaban PKI Madiun 1948 Terhadap Ulama NU

“Tanggal 18 September 1948 pagi sebelum terbit fajar, sekitar 1500 orang pasukan FDR/PKI – 700 orang diantaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Pandjang Djoko Prijono – bergerak ke pusat Kota Madiun. Kesatuan CPM, TNI, Polisi, aparat pemerintahan sipil terkejut ketika diserang mendadak. Terjadi perlawanan singkat di markas TNI, kantor CPM, kantor Polisi. Pasukan Pesindo bergerak cepat menguasai tempat-tempat strategis di Madiun. Saat fajar terbit, Madiun sudah jatuh ke tangan FDR/PKI. Sekitar 350 orang ditahan.“

KEBERHASILAN FDR/PKI menguasai Madiun disusul terjadinya aksi penjarahan, penangkapan sewenang-wenang terhadap musuh PKI, menembak musuh PKI, kegemparan dan kepanikan pun pecah di kalangan penduduk, diiringi tindakan-tindakan bersifat fasisme yang berlangsung dengan mengerikan. Semua pimpinan Masyumi dan PNI ditangkap atau dibunuh. Orang-orang berpakaian Warok Ponorogo dengan senjata revolver dan kelewang menembak atau menyembelih orang-orang yang dianggap musuh PKI. Mayat-mayat bergelimpangan di sepanjang jalan.

Bendera merah putih dirobek diganti bendera merah berlambang palu arit. Potret Soekarno diganti potret Moeso. Seorang wartawan Sin Po yang berada di Madiun, menuliskan detik-detik ketika PKI pamer kekejaman itu dalam reportase yang diberi judul: ‘Kekedjeman kaoem Communist; Golongan Masjoemi menderita paling heibat; Bangsa Tionghoa “ketjipratan” djoega.’

Pada detik, menit dan jam yang hampir sama, di Kota Magetan sekitar 1.000 orang pasukan FDR/PKI – 700 orang diantaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Moersjid — bergerak cepat menyerbu Kabupaten, kantor Komando Distrik Militer (Kodim), Kantor Onder Distrik Militer (Koramil), Kantor Resort Polisi, rumah kepala pengadilan, dan kantor pemerintahan sipil di Magetan. Sama dengan penyerangan mendadak di Madiun, setelah menguasai Kota Magetan dan menawan Bupati, Patih, Sekretaris Kabupaten, Jaksa, Ketua Pengadilan, Kapolres, komandan Kodim, dan aparat Kabupaten Magetan, terjadi aksi penangkapan terhadap tokoh-tokoh Masyumi dan PNI di kampung-kampung, pesantren-pesantren, desa-desa, pabrik gula, diikuti penjarahan, penyiksaan, dan bahkan pembunuhan. Wartawan Gadis Rasid yang menyaksikan pembantaian massal di Gorang-gareng, Magetan, menulis reportase tentang kebiadaban FDR/PKI tersebut. Pembunuhan, perampokan dan penangkapan yang dilakukan FDR/PKI itu diberitakan surat kabar Merdeka 1 November 1948.

Meski tidak sama dengan aksi serangan di Madiun dan Magetan yang sukses mengambil alih pemerintahan, serangan mendadak yang sama pada pagi hari tanggal 18 September 1948 itu dilakukan oleh pasukan FDR/PKI di Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, Ngawi, Purwodadi, Kudus, Pati, Blora, Rembang, Cepu. Sama dengan di Madiun dan Magetan, aksi serangan FDR/PKI meninggalkan jejak pembantaian massal terhadap musuh-musuh mereka. Antropolog Amerika, Robert Jay, yang ke Jawa Tengah tahun 1953 mencatat bagaimana PKI melenyapkan tidak hanya pejabat pemerintah, tapi juga penduduk, terutama ulama-ulama ortodoks, santri dan mereka yang dikenal karena kesalehannya kepada Islam: mereka itu ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-cincang. Mesjid dan madrasah dibakar, bahkan ulama dan santri-santrinya dikunci di dalam madrasah, lalu madrasahnya dibakar. Tentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena ulama itu orang-orang tua yang sudah ubanan, orang-orang dan anak-anak laki-laki yang baik yang tidak melawan. Setelah itu, rumah-rumah pemeluk Islam dirampok dan dirusak.

Tindakan kejam FDR/PKI selama menjalankan aksi kudeta itu menyulut amarah Presiden Soekarno yang mengecam tindakan tersebut dalam pidato yang berisi seruan bagi “rakyat Indonesia untuk menentukan nasib sendiri dengan memilih: ikut Muso dengan PKI-nya yang akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia merdeka-atau ikut Soekarno-Hatta, yang Insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin Negara Republik Indonesia ke Indonesia yang merdeka, tidak dijajah oleh negara apa pun juga. Presiden Soekarno menyeru agar rakyat membantu alat pemerintah untuk memberantas semua pemberontakan dan mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah. Madiun harus lekas di tangan kita kembali.”

Seruan Presiden Soekarno disambut oleh Menteri Hamengkubuwono yang disusul sambutan Menteri Soekiman dan Jenderal Soedirman yang membacakan surat keputusan pengangkatan Mayor Jenderal Soengkono sebagai panglima militer Jawa Timur. Tanggal 23 September 1948 Menteri Agama KH Masjkoer mengucapkan pidato radio yang tegas menyebutkan bahwa tindakan merebut kekuasaan bertentangan dengan agama dan sama seperti perbuatan permusuhan orang-orang yang pro Belanda. Dengan janji-janji palsu rakyat dipengaruhi, dibujuk, dihasut, dipaksa dan dijadikan tameng oleh PKI Moeso.

Pidato Menteri Agama KH Masjkoer yang menyatakan bahwa rakyat dipengaruhi, dibujuk, dihasut, dipaksa dan dijadikan tameng oleh PKI Moeso tidak mengada-ada. Itu bukti sewaktu pidato Presiden Soekarno dicetak sebagai selebaran yang disebarkan kepada penduduk melalui pesawat terbang. Seketika – usai membaca selebaran berisi pidato Presiden Soekarno – penduduk yang dipersenjatai oleh PKI beramai-ramai meletakkan senjata. Mereka duduk di trotoar jalan dalam keadaan bingung. Mereka terkejut dan bingung sewaktu sadar bahwa gerakan yang mereka lakukan itu ternyata ditujukan untuk melawan Presiden Soekarno. Mereka pun mulai bertanya-tanya tentang siapa sejatinya Moeso yang mengaku pemimpin rakyat itu.

Sejarah mencatat, bahwa antara tanggal 18 – 21 September 1948 gerakan makar FDR/PKI yang dilakukan dengan sangat cepat itu tidak bisa dimaknai lain kecuali sebagai pemberontakan. Sebab dalam tempo hanya tiga hari, FDR/PKI telah membunuh pejabat-pejabat negara baik sipil maupun militer, tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh pendidikan, bahkan tokoh agama. Dengan kekejaman khas kaum komunis – seperti kelak dipraktekkan lagi di Kampuchea selama rezim Pol Pot berkuasa — bagian terbesar dari mayat-mayat yang dibunuh dengan sangat kejam oleh FDR/PKI itu dimasukkan ke dalam sumur-sumur “neraka” secara tumpuk-menumpuk dan tumpang-tindih. Sebagian lagi di antara tawanan FDR/PKI ditembak di “Ladang Pembantaian” di Pabrik Gula Gorang-gareng maupun di Alas Tuwa.

Setelah gerakan makar FDR/PKI berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu masyarakat, awal Januari tahun 1950 sumur-sumur “neraka” yang digunakan FDR/PKI mengubur korban-korban kekejaman mereka dibongkar oleh pemerintah. Berpuluh-puluh ribu masyarakat dari Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek berdatangan menyaksikan pembongkaran sumur-sumur “neraka”. Mereka bukan sekedar melihat peristiwa langka itu, kebanyakan mereka mencari anggota keluarganya yang diculik PKI.

Diantara sumur-sumur “neraka” yang dibongkar itu, informasinya diketahui justru berdasar pengakuan orang-orang PKI sendiri. Dalam proses pembongkaran sumur-sumur “neraka” itu terdapat tujuh lokasi ditambah dua lokasi pembantaian di Magetan, yaitu: 1. sumur “neraka” Desa Dijenan, Kec.Ngadirejo, Kab.Magetan; 2. Sumur “neraka” I Desa Soco, Kec.Bendo, Kab.Magetan; 3. Sumur “neraka” II Desa Soco, Kec.Bendo, Kab,Magetan; 4. Sumur “neraka” Desa Cigrok, Kec.Kenongomulyo, Kab.Magetan, 5. Sumur “neraka” Desa Pojok, Kec.Kawedanan, Kab.Magetan; 6. Sumur “neraka” Desa Batokan, Kec.Banjarejo, Kab.Magetan; 7. Sumur “neraka” Desa Bogem, Kec.Kawedanan, Kab.Magetan; dan dua lokasi killing fields yang digunakan FDR/PKI membantai musuh-musuhnya, yaitu ruang kantor dan halaman Pabrik Gula Gorang-gareng dan Alas Tuwa di dekat Desa Geni Langit di Magetan.

Fakta kekejaman FDR/PKI dalam gerakan pemberontakan tahun 1948 disaksikan puluhan ribu warga masyarakat yang menonton pembongkaran sumur-sumur “neraka” itu, yang setelah diidentifikasi diperoleh sejumlah nama pejabat pemerintahan sipil maupun TNI, ulama, tokoh Masjoemi, tokoh PNI, Polisi, Camat, Kepala Desa, bahkan Guru. Berikut daftar sebagian nama-nama korban kekejaman FDR/PKI tahun 1948 yang diperoleh dari pembongkaran sumur “neraka” Soco I dan sumur “neraka” Soco II, yang terletak di Desa Soco, Kec. Bendo, Kab.Magetan:
SUMUR “NERAKA” SOCO I: 1. Soehoed, camat Magetan; 2. R. Moerti, Kepala Pengadilan Magetan; 3. Mas Ngabehi Soedibyo, Bupati Magetan; 4. R. Soebianto; 5. R. Soekardono, Patih Magetan; 6. Soebirin; 7. Imam Hadi; 8. R. Joedo Koesoemo; 9. Soemardji; 10. Soetjipto; 11. Iskak; 12. Soelaiman; 13. Hadi Soewirjo; 14. Soedjak; 15. Soetedjo; 16. Soekadi; 17. Imam Soedjono; 18. Pamoedji; 19. Soerat Atim; 20. Hardjo Roedino; 21. Mahardjono; 22. Soerjawan; 23. Oemar Danoes; 24. Mochammad Samsoeri; 25. Soemono; 26. Karyadi; 27. Soerdradjat; 28. Bambang Joewono; 29. Soepaijo; 30. Marsaid; 31. Soebargi; 32. Soejadijo. 33. Ridwan; 34. Marto Ngoetomo; 35. Hadji Afandi; 36. Hadji Soewignjo; 37. Hadji Doelah; 38. Amat Is; 39. Hadji Soewignyo; 40. Sakidi; 41. Nyonya Sakidi; 42. Sarman; 43. Soemokidjan; 44. Irawan; 45. Soemarno; 46. Marni; 47. Kaslan; 48. Soetokarijo; 49. Kasan Redjo; 50. Soeparno; 51. Soekar; 52. Samidi; 53. Soebandi; 54. Raden Noto Amidjojo; 55. Soekoen; 56. Pangat B; 57. Soeparno; 58. Soetojo; 59. Sarman; 60. Moekiman; 61. Soekiman; 62. Pangat/Hardjo; 63. Sarkoen B; 64. Sarkoen A; 65. Kasan Diwirjo; 66. Moeanan; 67. Haroen; 68. Ismail. ada sekitar 40 mayat tidak dikenali karena bukan warga Magetan.

SUMUR “NERAKA” SOCO II: 1. R. Ismaiadi, Kepala Resort Polisi Magetan; 2. R.Doerjat, Inspektur Polisi Magetan; 3. Kasianto, anggota Polri; 4. Soebianto, anggota Polri; 5. Kholis, anggota Polri; 6. Soekir, anggota Polri; 7. Bamudji, Pembantu Sekretaris BTT; 8. Oemar Damos, Kepala Jawatan Penerangan Magetan; 9. Rofingi Tjiptomartono, Wedana Magetan; 10. Bani, APP. Upas; 11. Soemingan, APP.Upas; 12. Baidowi; 13. Naib Bendo; 14. Reso Siswojo; 15. Kusnandar, Guru; 16. Soejoedono, Adm PG Rejosari; 17. Kjai Imam Mursjid Muttaqin, Mursyid Tarikat Syattariyah Pesantren Takeran; 18. Kjai Zoebair; 19. Kjai Malik; 20. Kjai Noeroen; 21. Kjai Moch. Noor.”

Tindak kebiadaban FDR/PKI selama melakukan aksi makarnya tahun 1948 yang disaksikan puluhan ribu penduduk laki-laki, perempuan, tua, muda, anak-anak yang menonton pengangkatan jenazah para korban dari sumur-sumur “neraka” yang tersebar di Magetan dan Madiun, adalah rekaman peristiwa yang tidak akan terlupakan. Peristiwa pembongkaran sumur-sumur “neraka” itu telah memunculkan asumsi abadi dalam ingatan bawah sadar masyarakat bahwa PKI memiliki hubungan erat dengan pembunuhan manusia yang dimasukkan ke dalam sumur “neraka”. Itu sebabnya, ketika tanggal 1 Oktober 1965 tersiar kabar para jenderal TNI AD diculik PKI dan kemudian ditemukan sudah menjadi mayat di dalam sumur “neraka” Lubang Buaya di dekat Halim, amarah masyarakat seketika meledak terhadap PKI, termasuk di lingkungan aktivis Gerakan Pemuda Ansor yang sejak 1964 membentuk Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di berbagai daerah yang dilatih kemiliteran karena memenuhi keinginan Presiden Soekarno membentuk kekuatan sukarelawan untuk mengganyang Malaysia, di mana anggota Banser yang emosinya tak terkendali – terutama setelah tewasnya 155 orang anggota Ansor Banyuwangi yang dibunuh PKI – dimanfaatkan oleh pihak militer untuk bersama-sama menumpas kekuatan PKI yang telah membunuh para jenderal mereka.

Artikel ini ditulis oleh Agus Sunyoto.

Pertama kali dimuat di buletin Risalah edisi 36 tahun IV 1433 H/ 2012 hal 24-29, dipublikasikan ulang oleh blog  remental.blogspot.co.id

Penulis adalah peneliti sejarah peristiwa Madiun 1948 yang diterbitkan dalam buku berjudul “LUBANG-LUBANG PEMBANTAIAN: GERAKAN MAKAR FDR/PKI 1948 DI MADIUN” (1990).

Penulis peneliti konflik Banser-PKI 1965 di Jawa Tengah yang diterbitkan dalam buku berjudul “BANSER BERJIHAD MENUMPAS PKI” (1995).

Penulis peneliti operasi Trisula 1966-1968 di Blitar yang dimuat bersambung di harian Jawa Pos September-Oktober 1995.

Setelah Latihan Gabungan, Masihkah Malaysia Berani Lancang Pada Indonesia ?

Setelah hampir satu dasawarsa kekuatan TNI menjadi bahan ledekan oleh Tentara Diraja Malaysia, apakah sekarang mereka masih berani 'ngenyek' ?

Latgab  telah memamerkan kemampuan serbu TNI walau tanpa beberapa alutsista yabg datang belakangan.  Sedangkan defile HUT TNI memamerkan senjata utama terbaru hasil kebijakan MEF 1 yang absen di Latgab.

Senjata alutsista terbaru TNI dipamerkan mulai dari tank Scorpion sampai drone Wulung buatan anak bangsa turut tampil. Kapal tempur utama milik TNI AL juga tidak sekedar konvoi tapi juga ikut bermanuver gaya tempur.

Alutsista Malaysia Sudah Usang
Dunia berputar,  kadang diatas kadang dibawah. Sama halnya dengan Militer Malaysia. Saat ini kondisi alutsista Malaysia bolehlah divonis 'ngenes'.

Perbandingan kekuatan aviasi Angkatan Darat misalnya,  sangat njomplang:  Penerbad TNI punya 5 mi35, 8 heli Apache Guardian plus 12 Eurocopter Fennec dan rencana heli angkut blackhawk yg sudah hampir pasti disetujui kongres AS.

Lha sebaliknya, proposal pembelian Apache Malaysia ditolak kongres AS. Praktis tim penerbang Angkatan Darat Malaysia sampai saat ini cuma mengandalkan 1 ekor Agusta-westland yang minim senjata.

Angkatan Udara Malaysia juga sudah mulai kekurangan armada. 12 ekor Mig29 sudah usang, seperti halnya produk militer Russia, susah diupgrade. F18 Hornet mereka cuma berjumlah 8 sedangkan Sukhoi su30 ada 18 biji. Total cuma ada 26 jet tempur aktif milik Malaysia. Northop F5 anggap saja sudah dipensiunkan seperti TNI.

Sedangkan TNI AU memiliki 34 biji F-16 (24nya block 52), 11 ekor sukhoi su30 dan 5 su27. Total ada 50 jet fighter. Jika akhirnya deal, 18 ekor Jas Gripen NG sudah bisa parkir tanpa terdeteksi keberadaanya.

Jika hasil MEF 1 (Minimum Essential Force/Daya Deteren Minimal) sudah sedemikian dahsyat, bagaimana bila MEF 2 selesai tahun 2022? TNI akan kembali jadi salah satu macan di Asia.

Tapi entah kenapa, kondisi ekonomi dunia dan domestik yang kurang baik saat ini, membuat masih ragu dengan komitmen Pemerintah untuk meneruskan program MEF ini. Karena secara eksplisit Jokowi sudah menyatakan akan melanjutkan MEF dengan syarat pertumbuhan ekonomi di atas angka 7. Syarat pertumbuhan ekonomi 7% itulah yang berat.

Sumber: Angkasa

Perbandingan Militer Indonesia vs China. Bak Ikan Teri dan Ikan Kakap

Terlepas dari segala sentimen yang ada, memang harus diakui kalau militer Tiongkok hari ini benar-benar mendewa. Dulu mereka dibikin seperti bocah oleh Jepang, namun beberapa waktu kemudian Tiongkok bangkit dan perlahan menjadi seperti yang sekarang. Saat ini mereka berada di posisi 3 dunia dan kemungkinan masih bisa meringsek naik mengalahkan AS dan Rusia.

Tak hanya Tiongkok, Indonesia juga mengalami kenaikan kemampuan militer secara drastis. Hanya saja kita belum mampu menjadi seraksasa si Negeri Tirai Bambu. Hari ini kalau dibandingkan antara kita dan Tiongkok, maka hasilnya akan sangat jauh sekali. Ibaratnya seperti ikan cupang dan paus. Tidak bermaksud mengecilkan negara sendiri, tapi memang seperti inilah faktanya.

Secara detail Indonesia memang kalah telak dalam setiap aspek. Tidak hanya tentara, tapi juga yang lainnya. Lebih jauh soal perbandingan ini, berikut adalah beberapa fakta tentang jauhnya kekuatan kita dengan mereka.

Jumlah Tentara Aktif Kita Tidak Ada Apa-Apanya

Berbicara soal perbandingan jumlah tentara, jelas Indonesia tak ada apa-apanya dengan Tiongkok. Bagaimana tidak, si negeri tirai bambu ini adalah negara dengan penduduk terbanyak di muka Bumi. Logikanya, mereka tentu punya banyak sekali stok tentara. Global Fire Power menuliskan jika saat ini setidaknya ada 2.335.000 tentara aktif yang dimiliki si negeri panda.

Berbanding dengan kita, Indonesia sekarang memiliki 476.000 tentara. Selisihnya dengan Tiongkok hampir 2 juta orang. Meskipun kalah kuantitas, tapi kalau kualitas kita bisa bicara banyak. Seperti yang kamu tahu, tentara kita luar biasa dan punya prestasi. Belum lagi para serdadu elit yang mematikan itu. Tiongkok menang jumlah, tapi dalam hal kemampuan kita bisa dibilang lebih unggul.

Alutsista Darat Tiongkok Jumlahnya tak Karuan

Tak hanya unggul jumlah tentara, Tiongkok juga mendominasi kita lewat alutsista darat yang mereka miliki. Misalnya tank, coba tebak berapa yang mereka punya hari ini? Jawabannya adalah 9.150 unit. Jumlah ini begitu besar bagi Indonesia yang hanya punya 468 tank saja.

Kendaraan tempur pun demikian, Tiongkok hari ini memiliki sekitar 4.788 ranpur. Untuk kendaraan perang mereka ini, diketahui kualitasnya sama seperti Humvee-nya Amerika yang legendaris dan tahan banting itu. Untuk kendaraan tempur, Indonesia hanya memiliki 1.089 buah saja.

Kekuatan Udara Indonesia Kalah Telak

Indonesia sepertinya lagi-lagi harus mengakui kehebatan Tiongkok. Kali ini untuk urusan kekuatan udara. Global Fire Power menuliskan kalau armada tempur udara Tiongkok sangat jemawa. Berbicara jumlah kita bakal dibikin geleng-geleng karena saking banyaknya.

Misalnya pesawat tempur, hari ini mereka memiliki sekitar 1.230 sedangkan Indonesia hanya punya 35 buah saja. Untuk helikopter serbu pun demikian, kita hanya punya lima mereka 200 unit. Untuk ranah udara, Tiongkok ini memang sinting. Ditambah lagi si negeri panda juga bikin sendiri alutsista-alutsista udaranya.

Kekuatan Laut Tiongkok Lebih Unggul

Untuk ranah kelautan, Indonesia dan Tiongkok cukup jauh bedanya. Alasannya ya apalagi kalau bukan jumlah alutsista kita dan mereka yang terpaut jauh. Ambil contoh kapal selam, Tiongkok hari ini memiliki 68 buah, sedangkan Indonesia hanya memiliki 2 unit saja. Akan bertambah sih tapi jumlahnya tidak bisa diharapkan.

Pun begitu dengan kapal-kapal tempur lainnya macam Frigates, Destroyer, dan Corvette, Tiongkok unggul cukup jauh. Dan tak hanya itu saja, mereka juga punya satu unit kapal induk yang masih gagah dan beroperasi aktif. Meskipun mereka begitu jemawa di lautan, tapi dalam praktiknya kita pernah membuat mereka gentar, salah satunya buktinya adalah clash di Laut Cina Selatan beberapa waktu lalu.

Meskipun hari ini kita kalah dan bisa dibilang cukup telak, namun, dulu Indonesia pernah berdiri sejajar dengan Tiongkok. Ya, di era 60an dulu, militer Indonesia begitu disegani dunia. Tiongkok, Amerika, Australia, dan negara-negara besar lainnya tak pernah berani macam-macam. Kalau Indonesia bisa seperti ini di masa lalu, maka tidak menutup kemungkinan kita akan bisa melakukan hal yang sama saat ini.

Sumber : http://www.boombastis.com/militer-indonesia-dan-tiongkok/85934

Pengobatan Massal Gemapi dan FKPPI, Warga Asei Banyak Menderita Penyakit

SENTANI – Pasca meluapnya Danau Sentani pada beberapa waktu lalu, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa GEMAPI (Gerakan Mahasiswa Papua Indonesia) dengan  FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI) menggelar pengobatan massal di Kampung Asei distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura.

Koordinator GEMAPI Albertho, mengatakan, bahwa bakti sosial berupa pengobatan masal tersebut diprakarsai atas keprihatinan kondisi kesehatan warga di kampung Asei distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura, pasca meluapnya Danau Sentani. Sejumlah dokter dan relawan diturunkan dalam aksi tersebut.

“Kita bekerjasama dengan 4 dokter dalam pengobatan massal ini, dan relawan termasuk anggota Gemapi dan FKPPI,” katanya, Minggu (22/1/2017).

Dipaparkan, dalam pengobatan massal yang tersebut, ditemukan banyak keluhan warga pasca meluapnya danau Sentani pada beberapa waktu lalu.

“Banyak yang mengeluhkan gangguan sistem saluran pernapasan (Infeksi Saluran Napas Akut  bagian atas/ISPA), ini kebanyakan diderita anak- anak SD, ada ditemukan juga gejala kasus TBC Paru (Tuberculosis),” papar Alberto.

Dikatakan, untuk beberapa kasus berat yang ditemui dalam pengobatan massal tersebut
, karena kurang memadai nya fasilitas kesehatan, maka di sarankan untuk dirawat di Rumah Sakit.

“Adapun kasus cukup berat  diantaranya trauma pada selaput bening mata (ulkus Kornea) dikarenakan terkena percikan serbuk besi Gerinda, TBC Paru aktif (infeksius), payah jantung (Decompensatio Cordis). Kesemua pasien telah diberikan saran juga untuk mau dirawat di Rumah Sakit,”katanya.

Pengobatan yang diselenggarakan di kediaman rumah Martha Ohee tersebut dihadiri puluhan warga. Marthen Ohee ,kepala Kampung Asei mengapresiasi kegiatan bakti sosial yang diselenggarakan tersebut.

“Beginilah seharusnya generasi muda bangsa Indonesia. FKPPI dan GEMAPI adalah orang-orang terpilih yang mempunyai tanggung jawab untuk membantu masyarakat, mengabdi kepada rakyat dalam bentuk pikiran, tenaga, materiil maupun moril. Dan salah satu hal untuk menjawabnya melalui kegiatan kemanusiaan bhakti sosial seperti ini, kami sangat berterimakasih,” katanya.

Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan pembagian sembako, yang diberikan kepada setiap pasien yang telah berobat.

Adolf Lembong, Putra Minahasa di Belantara Gerilya Filipina

SEJARAH perjuangan bangsa sarat kisah-kisah heroik tentang perang gerilya. Sudah tentu yang paling dikenal adalah cerita gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman

Kisah yang lainnya dan cukup dikenal adalah Jenderal Abdoel Haris Nasution yang menerbitkan buku ‘Pokok-Pokok Gerilya’. Buku fenomenal ini jadi satu di antara beberapa faktor yang memenangkan Vietkong atas Amerika Serikat di Perang Vietnam.

Namun sebelum Jenderal Soedirman bergerilya atau AH Nasution bikin buku tentang gerilya, sudah ada putra nusantara yang mengenyam asam-garam gerilya di “teater” Perang Dunia II di Pasifik yakni Adolf Gustaaf Lembong.

Nama putra Minahasa itu juga diabadikan jadi nama jalan di Kota Bandung yang tak jauh dari Museum Mandala Wangsit yang dulunya, jadi Kantor Staf Kwartier Divisi IV Siliwangi yang turut diserang gerombolan APRA.

Dinukil dari buku ‘Pribumi Jadi Letnan KNIL’, Petrik Matanasi mengutip pernyataan Ventje Sumual, salah satu petarung republik asal Minahasa lainnya, tentang koleganya yang pernah diperebutkan antara TNI dan KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indisch Leger/Pasukan Kerajaan Hindia Belanda).

“Lembong ini perwira muda KNIL dulu. Pernah belajar ke Amerika (Serikat). Pangkatnya kapten dalam pasukan sekutu dan berpengalaman sebagai gerilya yang bertempur di Filipina. Ia lari dari KNIL, masuk laskar kita (KRIS/Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi),”

Kabur Kamp Jepang, Bergerilya di Negeri Pinoy

Ya, diakui pengalamannya di belantara gerilya bukan sembarangan. Saat masih jadi opsir muda KNIL yang bertugas sebagai operator radio, perwira kelahiran 19 Oktober 1910 itu sempat ditawan Jepang di masa Perang Pasifik dan dijadikan budak serdadu Dai Nippon di Filipina.

Saat berada di Luzon, Lembong dan beberapa eks KNIL asal Minahasa lainnya melarikan diri dari kamp, hingga memilih ikut gabung dengan para gerilyawan Filipina pribumi maupun asal Amerika.

Dalam perjalanan gerilyanya bersama Alexander Rawoeng, Jan Pelle, Marcus Taroreh, Marthin Sulu, Alexander Kewas, Albert Mondong, Hendrik Terok, Andries Pacasi, dan William Tantang, Lembong beberapa kali melakukan aksi raid alias memukul lawan secara tiba-tiba.

Dalam kerjasamanya bersama gerilyawan Filipina dan seorang tentara Amerika Kapten Robert Lapham, Lembong dipercaya memimpin Squadran 270 yang terdiri dari para kolega Minahasanya dan beberapa gerilyawan lokal Filipina.

Tercatat pada 6 Januari 1945 jelang kejatuhan Jepang, mereka sukses merebut sebuah gudang makanan dan peralatan Jepang. Sehari berselang, 10 orang anggotanya menyergap beberapa truk untuk membinasakan 27 tentara Jepang tanpa kerugian luka maupun korban tewas di pihak Squadran 270.

Di Filipina itu juga, Lembong bertemu pujaan hatinya. Asuncion Angel dinikahinya saat masih bergerilya pada 26 Oktober 1944 dan bahkan ikut bersama Lembong kembali ke Indonesia, saat Perang Pasifik rampung.

Masa Revolusi hingga Tewas di Kudeta APRA

Lembong memilih ikut pergerakan perjuangan pada Juli 1947 bersama KRIS. Setahun kemudian, Lembong yang sudah menjabat Komandan Brigade XVI sempat ditangkap Belanda kala Agresi Militer II 19 Desember 1948.

Pasca-penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia 27 Desember 1949, Lembong ditugaskan sebagai Kabag Pendidikan Angkatan Darat.

Dalam sebuah misi tugas ke Bandung menemui perwira Siliwangi, Lembong justru ikut jadi korban pembantaian pasukan APRA pada 23 Januari 1950.

Bekasi Dijuluki Kota Patriot, dari Mana Asal Usulnya?

Bagi masyarakat yang lahir di Bekasi, Jawa Barat. Buat para pendatang, tentu mesti turut berbangga dan mengenal riwayat kota di pinggir timur Ibu Kota itu sebagai daerah yang kaya akan sejarah masa revolusi fisik (1945-1950).

Tentu belum lekang dari ingatan bahwa beberapa waktu lalu, Bekasi sempat jadi sasaran bully. Baik di media sosial, hingga jadi iklan salah satu provider seluler di Indonesia.

Yang begitu itu adalah contoh sikap tak menghargai, bahkan seolah menghina sejarah republik ini. Betapa tidak, pasalnya di masa revolusi dulu, Bekasi merupakan “gerbang republik” setelah tentara republik diharuskan keluar dari Jakarta.

“Dulu Bekasi itu jadi pintu, jadi gerbangnya republik. Semua pejuang, mulai dari tentara, hingga laskar-laskar ngumpulnya di Bekasi. Makanya dulu Bekasi daerah panas, daerah wild wild west,” ungkap penggiat sejarah komunitas Front Bekassi, Beny Rusmawan, kepada Okezone.

Memang dulu sebelum 15 Agustus 1950 (hari jadi Bekasi), wilayah ini hingga batas timur di Cikarang, masih jadi bagian Kabupaten Jatinegara. Bekasi masih jadi suatu “wilayah” yang belum berbentuk kota atau kabupaten yang terpisah.

Berbagai pertempuran juga sempat terjadi di Bekasi yang kebanyakan, bentrokan frontalnya meladeni tentara sekutu yang “diwakili” serdadu-serdadu Inggris.

“Di Bekasi, tempurnya kebanyakan sama Inggris secara frontal. Seperti pertempuran di Kranji, pertempuran Sasak Kapuk (Pondok Ungu). Kalau dengan Belanda, perlawanannya sudah gerilya, bukan lagi frontal,” imbuh Beny.

Memang pada akhirnya, lini-lini pertahanan Tentara Keamanan Rakyat (TKR, kini TNI) dan sejumlah laskar di Bekasi hingga Cikarang, akhirnya dijebol Belanda pada Clash I atau Agresi Militer I Belanda pada Juli 1947. Pun begitu, setidaknya sekutu dan Belanda pernah kerepotan meladeni perlawanan para petarung republik di Bekasi.

Makanya di paragraf pertama, penulis mengajak warga asli maupun warga pendatang di Bekasi, untuk bisa berbangga atas sejarah Bekasi. Kalau masih kurang bangga, coba pikirkan kenapa banyak nama-nama wilayah maupun nama jalan di Bekasi yang tergolong “heroik”?

Di Kota Bekasi saja, ada wilayah-wilayah yang namanya Medan Satria, Perwira, Bintara, Jalan Raya Pejuang, Jalan Veteran, dll. Karena memang di setiap daerah itu mesti ada peristiwa bersejarah yang punya makna tersendiri.

Kota Patriot Jadi Rebutan

Nah, setelah Bekasi lepas dari Kabupaten Jatinegara pada 1950, muncul pengajuan untuk julukan Kota Bekasi. Perdebatan alot sempat terjadi karena Karawang pernah juga ingin pakai julukan “Kota Patriot” yang baru bisa diselesaikan pada 1997.

“Ya, dulu pas mau memberi status atau julukan, Karawang sendiri sempat pengin jadi (punya julukan) Kota Patriot. Ya ngamuk lah tokoh-tokoh Bekasi sama para veterannya. Mereka merasa ya yang bertempur di sini (Bekasi) kok, Karawang ‘anteng-anteng’ saja,” lanjut Beny.

“Dulu juga sempat mau dinamain Kota Pahlawan, tapi enggak mungkin karena sudah jadi julukannya Kota Surabaya. Setelah ditengahi (dimediasi), disepakatilah Bekasi ‘Kota Patriot’, sementara Karawang ‘Kota Pangkal Perjuangan’. Karena memang dulu pertempurannya banyak di Bekasi, sementara Karawang lebih sering jadi markas tentara republik,” tandasnya.

Ditantang Jawara Bekasi Duel di Mapolresto Bekasi, Pentolan GMBI Ternyata Ciut Nyalinya

Jawara Bekasi Raya, Damin Sada, menjelaskan perihal dirinya mengajak duel ketua LSM GMBI lantaran banyak umat Islam Bekasi yang kecewa dengan pengalihan isu yang diputar balik bahwa Front Pemebela Islam (FPI) yang menyerang GMBI pada saat pengawalan pemeriksaan Imam besar FPI, Habib Rizieq Shihab di Polda Jawa Barat beberapa waktu lalu.

“Lagian ngapain itu LSM GMBI mengawal kasus Habib Rizieq, mereka seharusnya menyerahkan saja semuanya ke penegak hukum,” ujar dia, usai melaksanakan Shalat Jumat, (20/1) di Masjid Al-Barkah, Bekasi Selatan.

Tak hanya itu kata Damin, pada proses pengawalan Habib Rizieq Shihab di Polda Jawa Barat lalu, banyak mayoritas LSM GMBI Bekasi ada pada titik tempat kejadian perkara di Bandung, Jawa Barat. “Saya sebelumnya pasca tejadinya bentrok itu, sudah mencoba untuk memediasi anggota GMBI di Bekasi, namun mereka tidak merespon. Padahal kita semua ini saudara, dan saya ingin ada titik terang dari persoalan ini,” ungkap dia. Untuk itu lanjut Damin, dirinya memilih untuk mengajak perang tanding antara GMBI dengan umat Islam. Kalau bisa kata dia, pentolan GMBI dapat duel dengan dirinya. “Saya mau ajak dia (pentolan GMBI duel aja di alun – alun Kota Bekasi), dan nanti saya akan meminta persetujuan pihak Keploisian dari Polres Metro Bekasi Kota, agar nanti saat duel tidak ada tindak pidana, yang mati tinggal kubur aja,” tegas dia.

Menurut Damin, GMBI bukan saja musuh dari Ormas FPI. Namun demikian, GMBI adalah musuh umat islam, saat ini kata dia, dirinya sudah bergabung jawara Bekasi Raya. “Umat Islam ini bukan juga termasuk anggota FPI, Tapi, FPI sudah pasti umat islam. Maka denga itu saya ingin mempertegas kasus ini, jadi nanti disini kalau saya duel, Polisi jangan ada yang memihak, cukup jadi wasit saja,” tandas dia.

Tabir Peristiwa Tambun Sungai Angke Tarumajaya, Rawagede-nya Bekasi

KALAU kita bicara tentang kekejaman serdadu Belanda di masa revolusi fisik (1945-1949), kebanyakan dari kita yang terbayang adalah peristiwa pembantaian di Sulawesi Selatan dan Rawagede di Karawang, Jawa Barat. Khusus insiden di Rawagede, kasusnya jadi besar setelah masuk ke pengadilan di Belanda.

Tapi tahukah Anda bahwa di pinggir Ibu Kota, tepatnya di Bekasi juga pernah terjadi pembantaian serupa seperti yang terjadi di Rawagede? Kejadian tepatnya ada di sebuah desa bernama Kampung Gempol, Bekasi Utara yang saat ini lebih dikenal dengan Kampung Tambun Sungai Angke.

Kampung itu berada di bawah wilayah administrasi Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Kisahnya bisa dibilang hampir setali tiga uang dengan yang terjadi di Rawagede.

Ceritanya tentara Belanda masuk kampung dengan alasan mencari gerombolan republik yang ujung-ujungnya pembantaian terhadap warga sipil. Hingga saat ini memang belum ada estimasi yang resmi tentang jumlah korbannya.

Jika di Rawagede setidaknya ada 431 warga yang dibantai Belanda, di Kampung Tambun Sungai Angke belum jelas berapa yang direnggut paksa nyawanya.

“Perkiraan yang tewas itu korbannya 200-300 orang. Seperti juga di Rawagede, yang dibantai di sini (Tambun Sungai Angke) hanya warga laki-laki,” ungkap penggiat sejarah Beny Rusmawan kepada Okezone.

Beny pula yang awalnya mengorek kisah kelam tentang sejarah yang tercecer dan luput dari catatan. Memang sudah ada setidaknya dua buku yang memaparkan sebuah insiden di utara Bekasi.

Salah satunya buku ‘Sejarah Perjuangan Rakyat Jakarta, Tangerang dan Bekasi dalam Menegakkan Kemerdekaan RI’ yang diterbitkan Disejarah Kodam V/Jaya. Sayangnya tak dijabarkan lebih jauh tentang peristiwa ini dan sekadar dibahas tak lebih dari dua lembar di halaman 148.

“Pada tanggal 16 Desember 1948 (Hari Rabu) serdadu-serdadu NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie. red) datang ke Kampung Tambun Sungai Angke dengan melalui tipuan yang sangat halus,” begitu keterangan di buku Kodam V/Jaya itu.

“Berdalih hari itu akan dilakukan pemilihan Lurah (Mandor) dan bertempat di sebuah warung di desa itu. setelah penduduk terkumpul, berdentumanlah peluru-peluru dari setiap senapan dan senapan mesin serdadu Belanda yang tengah mengurung warung tersebut, rakyat yang ada di dalam gugur semua,” lanjut kutipan di buku itu.

Penasaran, penulis pun bermotor menelusuri wilayah utara Bekasi yang juga bersinggungan dengan area Jakarta Utara itu dengan dipandu Beny Rusmawan. Setelah melewati jalan kecil yang hanya muat satu mobil di tengah-tengah pematang sawah, sampailah penulis di rumah seorang saksi hidup yang juga anak korban, di sebuah perkampungan yang masih asri dan tenang.

Rumahnya tepat di samping sebuah masjid besar dan gedung sekolah Yayasan Attaqwa 26. Kebetulan, halaman masjid yang dulunya masih sekadar musala itulah yang jadi lokasi pembantaian warga oleh serdadu NICA.

Penuturan Saksi Hidup Sekaligus Keluarga Korban

Adalah Hj Paisyah, salah satu saksi hidup yang juga anak dari salah satu korban peristiwa Tambun Sungai Angke yang terjadi empat hari jelang Agresi Militer II Belanda (19 Desember 1948). Darinya, sedikit banyak diketahui bagaimana situasi mencekam kala itu di sebuah petang hari.

Wanita yang sudah sepuh berusia sekira 75 tahun itu, mengisahkan bahwa pada 16 Desember 1948 sore, serdadu Belanda datang dan mengumpulkan warga di halaman musala. Disebutkan, akan diadakan pemilihan lurah setempat.

Tapi kemudian yang muncul justru deru senapan dan peluru yang muntah bertubi-tubi menembaki warga. Beberapa mencoba lari, tapi pasukan NICA sudah lebih dulu mengepung kampung itu dan menghabisi siapapun yang terlihat.

Mayat-mayat pun bergeletakan di jalan-jalan di kampung tersebut. Sementara Inun, ayah Paisyah yang saat kejadian berusia sekira 11 tahun, sempat kabur ke dalam rumah, “dieksekusi” di bawah bale atau tempat tidur kayu di kamarnya.

“Itu kejadiannya (pembantaian) kira-kira habis (waktu salat) Ashar. Yang ditembakin orang laki semua. Banyak yang ngegeletak (mayat) di jalanan. Bapak dibunuh di bawah bale pas ngumpet sama temannya yang lagi bertamu sebelumnya,” ungkap Paisyah berkisah pada Okezone dengan logat Betawinya yang kental.

“Dulu katanya dikumpulin Belanda orang lakinya, katanya mau ngumumin lurah baru. Tapi tiba-tiba langsung gerodok (menembaki) aja itu tentara Belanda. Saya sendiri ngumpet di belakang rumah. Bapak ngumpet di kolong bale, ditarik-tarik tentara Belanda, dia enggak mau keluar. Langsung aja ditembak dari atas tengkuknya,” imbuhnya.

Pembantaian acak terhadap warga laki-laki di atas usia 15 tahun itu pun berlangsung hingga gelap. Malam hari baru terhenti suara-suara tembakan. Tersisa warga perempuan dan anak-anak mereka dan mereka pula yang harus menguburkan jasad-jasad keluarga masing-masing.

Korban Dikuburkan Seadanya

“Ya kita-kita ini yang nguburin, cuma di sekitar rumah. Itu juga enggak dalam nguburnya. Udah kayak nguburin kucing aja gitu. Karena saking banyaknya mayat, makanya sampe sekarang dinamain (Kampung) Tambun Sungai Angke, karena banyak bangke-nya (mayat),” sambung Paisyah.

“Waktu mau nguburin, masih ada itu tentara Belandanya. Ada yang bilang: ‘Urusin (mayatnya) ya! Kalau enggak diurusin, saya balik lagi, mau nyari lagi (korban)’. Gitu katanya,” tuturnya lagi sambil matanya mulai berkaca-kaca.

Ada alasan tersendiri kenapa Belanda menggeruduk kampung ini. Kalau pembantaian di Rawagede, dikatakan kala itu pasukan Belanda dari unit Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Mayor Alphons Wijman, alasannya memburu salah satu ‘pentolan’ republik di Karawang, Kapten Lukas Kustaryo.

Nah kalau di Tambun Sungai Angke, disebutkan Ustad Saifulloh, salah satu cucu korban yang juga putra Hj Paisyah, Belanda mengira Kampung Tambun Sungai Angke yang saat kejadian bernama Kampung Gempol, acap dijadikan markasnya Laskar Hisbullah pimpinan KH Noer Ali.

“Itu yang juga jadi heran. Kampung-kampung yang lain itu aman-aman saja. Hanya kampung ini yang dimusuhin. Nah ada apa itu? Mungkin NICA pikir kampung ini markas Hisbullah pimpinannya KH Noer Ali,” timpal Ustad Saifulloh.

“Itu tentara Belanda datang 10-20 orang doang. Datangnya sore, situasinya saat itu juga gerimis. Mungkin memang kampung ini sudah diincar karena memang, ada salah satu rumah penduduk yang jadi tempat persinggahan Laskar Hisbullah,” tambahnya.

Diceritakan, penduduk itu juga katanya seorang “jawara” bernama Engkong (kakek) Kopang. “Jadi kalau malam (laskar) datang ke rumah Engkong Kopang. Sebelum Subuh pun biasanya sudah keluar (dari kampung). Itu yang mungkin jadi indikasi seolah-olah kampung ini jadi markas (Laskar) Hisbullah,” ujarnya lagi.

Sejumlah korban dikatakannya tidak hanya dikuburkan dekat rumah-rumah keluarga korban. Tapi juga sampai di dalam rumah, bahkan di dalam dapur. Beberapa lainnya berserakan dan tak ada yang mengenali.

“Sekitar tahun 1980an, sebagian (korban) yang dibantai di kampung ini, kalau yang kenal dan ada keluarganya saja makamnya dipindahkan ke tempat lain. Memang ada beberapa yang dipindah ke (Taman Makam Pahlawan) Bulak Kapal, Kota Bekasi sama tentara kita,” tandas Ustad Saifulloh.

Tapi tidak seperti di Rawagede atau di Padang atau tempat-tempat lain, tidak ada monumen, tidak ada pula pemakaman khusus para korban. Saat penulis di lokasi, tak ada pula penanda peristiwanya.

Hanya sekadar sedikit referensi buku yang diterbitkan Disjarah Kodam V/Jaya, serta kesaksian para keluarga korban.

Bupati Lampung Tengah jadi Pembina Umum FKPPI Lamteng

Lampung Tengah – Bupati Lampung Tengah Mustafa, menjadi keluarga kehormatan Forum Komunikasi Putra-Putri Perwira TNI dan Polri (FKPPI). Selain itu, ia juga didaulat menjadi Pembina Umum FKPPI Lamteng.

Penghargaan diberikan langsung oleh Ketua FKPPI Provinsi Lampung H Tony Eka Candra, sekaligus melantik pengurus cabang 0804 keluarga besar FKPPI Lampung Tengah masa bakti 2016-2021.

Dalam kesempatan itu Tony Eka Candra mengatakan, dengan menjadi keluarga kehormatan FKPPI maka Bupati Mustafa, berhak menggunakan atribut yang berkaitan dengan FKPPI.

“FKPPI harus mampu menjaga garda terdepan menjaga keamanan di wilayahnya masing-masing. Saudara harus mampu menjadi garda terdepan mengamankan Lampung Tengah dari segala bentuk gangguan Kamtibmas,” ujarnya, 18/01/2017.

Bupati Lampung Tengah, mengaku bangga bisa menjadi keluarga kehormatan FKPPI. Mustafa mengatakan akan dirinya akan menjaga nama baik FKPPI.

“Ke depan saya akan membesarkan dan menjaga nama baik FKPPI. Saya ucapkan terimakasih, ini suatu kehormatan dan kebanggan bagi saya diangkat menjadi keluarga kehormatan FKPPI,” kata Mustafa.

FKPPI Lamteng harus menjadi yang terdepan, bersinergi bersama TNI-Polri menjaga kemanan di Lamteng. Selain itu FKPPI Lamteng harus bisa menjadi contoh FKPPI di Kabupaten-Kabupaten lainnya di Lampung bahkan Indonesia.

“Saya akan berikan hadiah umroh kepada anggota yang FKPPI yang berprestasi dan bisa menjaga keamanan dan membesarkan Lamteng,” pungkasnya.

TEBONGKAR..!!! Fakta dan Sejarah (Sebenarnya) Peristiwa G30S/PKI Air Mata Darah..!!!

“Apakah Pantas Soeharto Diampuni?”, Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di tahun 1965, di Indonesia hanya ada satu Jendral dan dia adalah Mayjen TNI Soeharto. Menurut ahli sejarah itu juga termakan image yang sengaja dibuat Soeharto bahwa dia adalah orang yang paling berjasa atas dibubarkannya Partai yang kini dianggap sebagai partai terlarang di negeri kita.

Soeharto adalah seorang prajurit TNI berpangkat cukup tinggi dan juga memegang salah satu jabatan penting dalam jajaran TNI sebagai Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Pada masa kepemimpinan Ir. Soekarno, Soeharto adalah seorang perwira tinggi yang tidak terlalu diperhitungkan. Itu juga menjadi penyebab tidak terteranya nama Soeharto dalam daftar 7 jendral yang menjadi target pembunuhan dalam pemberontakan PKI.

7 Jendral yang menjadi target operasi PKI:
Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani, Letjen TNI Anumerta MT Haryono, Letjen TNI Anumerta S Parman, Letjen TNI Anumerta Suprapto, Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen TNI Anumerta DI Panjaitan, Kapten Czi Anumerta Pierre Tendean

Apa mungkin Soekarno lupa pada jasa Soeharto yang menjadi arsitek Serangan Umum 1 Maret atas Kota Yogya yang berhasil menguasai Kota Yogya selama 6 jam yang kala itu dikuasai oleh Belanda? Ataukah Soekarno mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi.

Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru) namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi bernama Soeharto.

“Resolusi Dewan Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan dalam film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada. Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.

Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil, maka posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak cepat, berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral mendahuluinya.

Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan menyakitkannya sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam kesengsaraan. Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada akhirnya berhasil membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka yang mendalam dan berkepanjangan akibat dari ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.

PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI adalah pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah dimasuki pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik sosialis demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu yaitu pemerataan.

Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.

Para pimimpin PKI melakukan rapat tentang aksi yang bakal mereka lakukan. Sedikitpun mereka tidak menyinggung nama Soeharto karena memang Soeharto kala itu bukan siapa-siapa. Dia tidak lain hanyalah seorang prajurit TNI berpangkat tinggi yang tidak diperhitungkan dan tidak penting sama sekali.

Disisi lain, Soeharto sendiri juga mengetahui tentang adanya resolusi Dewan Jendral dan mengetahui bahwa PKI akan melancarkan aksi untuk menumpasnya. Namun dia hanya diam. Soeharto juga memiliki kepentingan jika PKI berhasil. Kepentingan Soeharto sebenarnya adalah agar dia mulai dianggap penting dan kembali diperhitungkan di kancah percaturan negeri ini sehingga dia bisa mendapat jabatan yang lebih penting dari jabatan yang dia pegang saat itu. Dia biarkan PKI melakukan aksinya dengan membunuh para perwira tinggi TNI yang memang memegang jabatan penting di negara. Dengan demikian akan semakin berkurang saingan bagi Soeharto untuk meraih jabatan yang lebih tinggi dan lebih penting dari sekedar panglima Kostrad.

Tanggal 30 September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal 29 September untuk diadili dengan cara mereka. Massa dibebaskan melakukan apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di lubang buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para jendral tersebut.

Fakta Dibalik G30S/PKI:
Pagi harinya, Soeharto yang telah mengetahui hal ini mendapat laporan dari beberapa ajudan jendral yang telah diculik. Soeharto hanya tersenyum dalam hati karena telah mengetahui bahwa semua ini akan terjadi. Ambisinya untuk menguasai negeri dengan pangkat dan jabatan yang dia miliki hanya tinggal selangkah lagi.

Tahukah anda apa sebenarnya yang telah direncanakan Soeharto sebelumnya yang disimpannya baik-baik dalam benaknya? Dia biarkan PKI membunuh ketujuh Jendral tersebut, lalu memfitnah PKI telah melakukan kudeta terhadap Soekarno sehingga orang-orang PKI yang mengetahui fakta sejarah dapat dengan mudah disingkirkan dengan cara difitnah. Doktrin yang dilontarkan Soeharto adalah bahwa PKI akan melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Soekarno. Mungkinkah PKI akan menggulingkan pendukung terkuatnya? Tidak masuk akal. Ingat PKI dan Soekarno saling mendukung, apa mungkin PKI melakukan hal itu?

Pagi harinya Soeharto bergerak cepat dan melangkahi tugas beberapa orang jendral atasannya dengan memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara tanpa meminta restu dari Presiden. Di buku sejarahku waktu SD ditulis, “Mayjen TNI Soeharto dengan tangkas memegang tampuk pimpinan TNI yang lowong sepeninggal A Yani.” Kalau bisa dan boleh aku ingin mengedit tulisan di buku sejarahku dengan kata-kata, “dengan lancang Soeharto memegang tampuk pimpinan TNI.” Masih banyak orang yang harusnya dimintai restu oleh Soeharto atas inisiatifnya memegang tampuk pimpinan TNI.

Lalu dengan mudah Soeharto yang telah mengetahui semua seluk beluk aksi PKI ini menumpas PKI. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, para pelaku pemberontakan PKI ditangkap dan sebagian lagi kabarnya melarikan diri ke luar negeri. Lalu Soeharto menyebarkan doktrin bahwa PKI telah melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Soekarno. Padahal PKI bermaksud menggagalkan kudeta yang akan dilancarkan oleh para jendral tersebut. PKI dijadikan kambing hitam oleh Soeharto atas apa yang memang diinginkannya. Satu langkah Soeharto untuk menguasai negeri ini berhasil.

Penguasaan Kembali Gedung RRI Pusat:

Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan Tiga Puluh September (G30S) PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi Angkatan Darat yang yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusat Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S telah menyelamatkan Negara

dari usaha kudeta “Dewan Jendral”.

Tengah hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pendemisioneran kabinet.

Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu, Panglima Komando Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil menguasai kembali gedung vital itu.

Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S

Penangkapan DN Aidit 22 November 1965:
Setelah G 30 S PKI mengalami kegagalan di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1965 tengah malam ketua CC PKI D.N. Aidit melarikan diri ke Jawa Tengah yang merupakan basis utama PKI.

Tanggal 2 Oktober 1965 ia berada di Yogyakarta, kemudian berpindah-pindah tempat dari Yogyakarta ke Semarang. Selanjutnya ia ke Solo untuk menghindari operasi pengejaran yang dilakukan oleh RPKAD. Tempat persembunyiannya yang terakhir di sebuah rumah di kampung Sambeng Gede. Daerah ini merupakan basis Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), organisasi massa yang bernaung dibawah PKI. Melalui operasi intelijen, tempat persembunyian D.N. Aidit dapat diketahui oleh ABRI.

Tengah malam tanggal 22 November 1965 pukul 01.30 rumah tersebut digrebek dan digeledah oleh anggota Komando Pelaksanaan Kuasa Perang (Pekuper) Surakarta. Penangkapan hampir gagal ketika pemilik rumah mengatakan bahwa D.N. Aidit telah meninggalkan rumahnya. Kecurigaan timbul setelah anggota Pekuper menemukan sandal yang masih baru, koper dan radio yang menandakan hadirnya seseorang yang lain di dalam rumah itu. Penggeledahan dilanjutkan. Dua orang Pekuper menemukan D.N. Aidit yang bersembunyi di balik lemari. Ia langsung ditangkap dan kemudian dibawa ke Markas Pekuper Surakarta di Loji Gandrung, Solo.

Supersemar:
Suasana negara saat itu benar-benar memburuk. Negara yang masih muda ini serasa berasa di titik paling bawah dari keterpurukannya. Perekonomian anjlok, harga bahan pangan menjulang, bahan pangan susah didapat dimana-mana, kerusuhan pecah di seluruh wilayah negeri ini. Beberapa elemen masyarakat melakukan aksi yang berbuntut dengan dicetuskannya Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi Tritura adalah:

1. Bubarkan PKI
2. Turunkan Harga
3. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI

Aksi beberapa elemen masyarakat ini di awali dengan aksi yang digelar oleh mahasiswa yang menamakan dirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Gerakan mahasiswa ini juga diikuti oleh elemen masyarakat lain seperti Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan lain-lain.Aksi-aksi inilah yang kemudian memicu pecahnya revolusi di negara ini. Semakin lama situasi negara semakin memburuk.

Situasi ini akhirnya yang memaksa tiga orang Jendral yaitu Letjen (yang baru naik pangkatnya) Soeharto, Brigjen Amir Machmud dan Brigjen M Yusuf untuk menemui presiden dan memaksa presiden agar segera memenuhi tuntutan rakyat. Tritura harus dipenuhi jika presiden ingin mengembalikan situasi negara ke arah yang kondusif.

Soekarno menolak memenuhi tuntutan rakyat. Soekarno tahu bahwa ini semua hanya kerjaan Soeharto yang memfitnah PKI sebagai pemberontak. Soekarno tahu betul, tidak mungkin PKI berkeinginan untuk menggulingkannya namun Soekarno tidak memiliki bukti yang otentik atas pernyataannya tersebut. Soekarno tahu bahwa aksi yang dilakukan oleh PKI dengan nama G 30 S PKI hanya bertujuan untuk menumpas rencana kudeta militer yang akan dilakukan oleh sekelompok perwira tinggi yang menamakan dirinya Dewan Jendral.

Setelah gagal untuk memaksa presiden memenuhi tuntutan rakyat, ketiga jendral tersebut berinisiatif membuat sebuah surat perintah atas nama presiden. Isi surat perintah yang diberi nama Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) hingga kini hanya diketahui oleh hanya 4 orang, ketiga jendral tersebut dan Soekarno, namun karena tiga diantaranya kini telah meninggal dunia, maka kini hanya tertinggal satu lagi saksi sejarah yaitu Soeharto. Sayang, Soeharto pun tidak ingin rakyat Indonesia tahu apa isinya, maka dia lenyapkan supersemar yang asli dan buat sebuah surat perintah yang palsu seperti yang kita tahu belakangan ini.

Teks Supersemar yang palsu, sedangkan yang asli, hingga kini tidak ditemukan bangkainya Supersemar yang telah rampung dibuat diserahkan kepada Soekarno untuk ditandatangani, namun Soekarno menolak untuk menandatanganinya. Soekarno tidak mau membubarkan PKI namun juga tidak mempunyai alasan yang kuat atas kehendaknya tidak ingin membubarkan PKI. Sementara rakyat telah didoktrin oleh Soeharto bahwa PKI telah melakukan pengkhiatan terhadap negara dan ingin menguasai negara ini dan menjadikannya negara berfaham Komunis.

Menurut pengakuan dari seorang kakek tua tak lama setelah Soeharto lengser, bahwa dulu ia bekerja di Istana Merdeka. Tugasnya adalah mengantarkan minuman buat presiden. Pada saat ketiga jenderal itu sedang berada di ruang kerja presiden, sang kakek memasuki ruangan dengan maksud ingin mengantarkan minuman bagi presiden dan ketiga tamunya. Terkejutlah ia saat melihat presiden sedang menandatangani sebuah surat yang diyakininya sebagai supersemar di bawah todongan Pistol.

Pada saat sang kakek mengungkapkan kisah ini, Jendral M Yusuf masih hidup, maka ia diwawancarai oleh kru TV sehubungan dengan pernyataan sang kakek. Karena M Yusuf berada pada posisi netral maka ia yang diwawancarai. Tapi sayang, saya sangat yakin bahwa fakta yang diungkapkan sang kekek benar adanya, tapi demi menyelamatkan sejarah yang sudah terputar balik dan tak mungkin diubah lagi, maka Jenderal M Yusuf membantah bahwa presiden menandatangani supersemar di bawah todongan pistol. Tapi saya yakin dan sangat percaya, Jendral M Yusuf yang kala itu sudah pensiun membantah hal itu karena ia sadar, jika ia bongkar rahasia ini, maka terbongkarlah semua fakta sejarah dan Indonesia kembali terombang ambing dalam keraguan. Mana yang benar? Sejarah versi Soeharto atau M Yusuf.

Akhirnya supersemar ditandatangani oleh Soekarno, namun supersemar tidak ditujukan kepada Soeharto. Hal ini membuat Soeharto panas, entah dengan cara apa, Soeharto berhasil melenyapkan surat itu dan membuat pernyataan palsu dengan mengatakan bahwa supersemar ditujukan kepadanya untuk memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara dan mengembalikan stabilitas nasional.

Dua langkah Soeharto berhasil. Maka berpedoman pada surat perintah palsu yang dibuat oleh Soeharto sendiri, ia mulai bergerak dan membubarkan PKI serta antek-anteknya. Sebagian besar masa pendukung PKI, Gerwani dan berbagai organisasi massa lain bentukan PKI dibantai secara masal, sebagian lagi dipenjara. Ini dilakukan untuk menghilangkan jejak sejarah agar semua kebusukan yang dilakukan oleh Soeharto tidak terungkap. PKI dijadikan kambing hitam karena memang PKI pernah melakukan percobaan kudeta di tahun 1948. Ini dijadikan alasan bagi Soeharto untuk semakin menjatuhkan PKI.

Setelah PKI dibubarkan, dengan wewenang palsunya Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah Partai terlarang di Indonesia karena bertentangan dengan Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia.

Pidato pertanggungjawaban Soekarno dalam Sidang Umum MPRS tahun 1968 ditolak oleh MPRS. Semua dipicu dari lambatnya Soekarno membubarkan PKI dan menjawab Tritura. Setelah itu dipilihlah seorang penjabat presiden hingga masa kepemimpinan Soekarno berakhir. Pada saat itu memang tak ada pilihan lain, Soeharto menjadi satu-satunya orang yang paling pantas memegang jabatan itu. Soekarno (mungkin dengan berat hati) menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Sejak saat itu Soeharto resmi memegang jabatan sebagai Presiden RI melaui TAP MPRS No XLIV/MPRS/1968 dan berkuasa selama 32 tahun hingga akhirnya digulingkan juga dengan cara yang sama seperti ia berusaha menggulingkan Soekarno pada tahun 1968.

Sumber : terungkapsudah.blogspot.co.id

Perbandingan Kekuatan Militer Australia dan Indonesia, Ga Nyangka Banget..!!!

Tentara Nasional Indonesia (TNI) memutuskan untuk menyetop kerja sama militer dengan Australia. Keputusan itu diambil karena sarana pelatihan pasukan khusus Australia diwarnai pelecehan terhadap negara dan kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Atas pertimbangan yang mendalam, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berinisiatif menghentikan kerja sama tersebut, sekaligus mendesak pemerintah Australia menanggapi serius pelecehan terhadap ideologi negara. Tindakan tegas ini mendapat reaksi positif dari publik, meski bukan yang pertama kali.

Apakah penghentian kerja sama tersebut merugikan Indonesia?

Dikutip dari situs globalfirepower.com, kekuatan militer yang dimiliki TNI justru berada di peringkat yang lebih baik dibandingkan Australia. Indonesia sendiri ditempatkan di peringkat ke-14 dengan indeks kekuatan 0,3354 (0,0 merupakan yang terbaik), sementara Australia di peringkat ke-23 dengan indeks 0,4209.

Rangking tersebut dibuat berdasarkan potensi negara jika terlibat dalam perang konvensional serta kapabilitasnya di darat, laut dan udara. Pemeringkatan tidak terkait dengan sumber daya alam, keuangan dan geografi maupun 50 faktor lainnya.

Berikut peta kekuatan antara Indonesia dan Australia:

Pasukan Darat

Secara umum, pasukan darat merupakan unsur utama dalam sebuah pertempuran. Saat ini, TNI Angkatan Darat (AD) sendiri dipercaya memiliki kekuatan sebanyak 300.000 personel. Infantri merupakan kekuatan inti di dalam TNI AD, yang terbagi menjadi lima kecabangan, yakni Para Raider, Linud, Raider, Mekanis dan Infantri.

Pasukan pendukung terdiri, yakni Kavaleri, Artileri Medan dan Artileri Pertahanan Udara. Pasukan elite AD terdiri dari dua bagian, yakni Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Kecabangan itu belum termasuk bagian pendukung lainnya seperti pasukan zeni, medis dan sebagainya.

TNI AD sendiri mengoperasikan 468 unit tank, 1.089 unit kendaraan tempur lapis baja, 37 unit artileri swagerak, 80 unit artileri medan dan 86 unit sistem peluncur roket beruntun.

Sementara Australia memiliki 28.568 pasukan reguler dan 14.662 personel cadangan. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki banyak kecabangan, struktur organisasi Angkatan Darat Australia lebih simpel, yakni Divisi Pertama, Komando Tempur serta Komando Operasi Khusus.

Jumlah tank yang dimiliki sebanyak 59 unit, belum termasuk 2.040 kendaraan tempur lapis baja, dan 75 unit artileri medan.

Armada Udara

Dari sudut kekuatan personel, TNI Angkatan Udara (AU) memiliki 37.850 personel yang masih aktif berdinas. Hingga saat ini, Indonesia juga memiliki 510 pesawat, 110 di antaranya adalah pesawat tempur.

Indonesia saat ini masih mengoperasikan 12 unit F-16 Fighting Falcon Block 15 A/B OCU. Indonesia akan menambah jumlahnya menjadi 24 buah dengan varian C/D 52ID.

Selain produk barat, Indonesia juga memiliki pesawat buatan Rusia, antara lain 5 unit Sukhoi Su-27 SK/SKM dan 11 Su-30 MK/MK2. Selain itu, TNI AU juga memiliki 16 unit jet tempur KAI T-50 Golden Eagle dan 12 unit EMB 314 Super Tucano.

Sementara itu, Angkatan Udara Australia atau Royal Australian Air Force tercatat memiliki personel aktif sebanyak 14.120 orang, dan 4,273 personel cadangan. Untuk alutsistanya, negara ini memiliki 265 pesawat, baik pesawat tempur, patroli maupun angkut.

Jet tempur yang dioperasikan antara lain 24 unit F/A-18F Super Hornet dan 71 unit F/A-18A/B Hornet. Serta dua unit F-35A Lightning II yang digunakan sepenuhnya untuk pelatihan.

Armada Laut

Berdiri sejak 10 September 1945, TNI Angkatan Laut (AL) sempat menjadi momok bagi Belanda berkat kepemilikan kapal-kapal modern yang didatangkan langsung dari Uni Soviet. Berdasarkan data tahun 2009, jumlah personel aktif mencapai 75 ribu orang dan telah memiliki 221 kapal yang masih beroperasi.

Selain memiliki ribuan pelaut, TNI AL juga memiliki satuan reguler bernama Korps Marinir, yang merupakan pasukan amfibi. Tak hanya itu, AL juga memiliki tiga pasukan elite, antara lain Komando Pasukan Katak (Kopaska), Batalion Intai Amfibi (Yon Taifib) dan Detasemen Jala Mangkara (Denjaka).

Di permukaan laut, TNI AL berkekuatan 8 unit kapal frigat, 24 unit kapal korvet, 23 unit kapal cepat, 48 kapal patroli laut, 12 unit kapal penyapu ranjau, 20 unit kapal serbaguna, 4 kapal selam serta tujuh kapal nontempur.

Sedangkan Angkatan Laut Australia atau Royal Australian Navy (RAN) memiliki jumlah personel aktif sebanyak 16 ribu orang, yang terdiri 14.215 personel permanen dan 8.493 pasukan cadangan. RAN juga mengoperasikan 47 kapal tempur serta tiga kapal nontempur.

Armada lautnya terdiri dari 6 unit kapal selam, 11 unit kapal frigat, 13 unit kapal patroli, 6 unit kapal penyapu ranjau, 5 unit kapal serbaguna, dan 6 kapal nontempur.

Sumber : merdeka.com