Partai Golkar akan memperjuangkan agar Presiden RI kedua, Soeharto, mendapat gelar pahlawan seperti direkomendasikan Musyawarah Nasional Luar Biasa partai itu di Bali, Selasa, 17 Mei 2016. Namun upaya partai berlambang beringin itu bakal mendapat tentangan masyarakat.
Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Jimly Asshiddiqie mengatakan Golkar bisa saja mewujudkan rencananya itu jika dapat memastikan tak ada penolakan dari masyarakat, terutama aktivis dan korban HAM. “Pemerintah akan memberikan gelar pahlawan jika hampir semua warga negara ikhlas,” kata Jimly, Kamis, 19 Mei 2016.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), misalnya, menilai Soeharto sama sekali tak layak menerima gelar tersebut. Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Feri Kusuma, menyatakan pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto selama 32 tahun pemerintahannya sudah terlalu banyak, dari pembantaian massal pada 1965, penembakan misterius, sampai penembakan terhadap mahasiswa sebelum kejatuhannya pada Mei 1998.
Soal prestasi Soeharto yang dianggap sukses dalam pembangunan infrastruktur, Feri mengatakan, kesuksesan pembangunan juga ditentukan pembangunan manusianya. “Pembangunan manusianya mandek karena tak ada kebebasan berpendapat,” katanya.
Sejarawan dari Universitas Diponegoro, Alamsyah, menyebut Soeharto memiliki sejumlah dosa. Ia mencontohkan pembelengguan kebebasan berpolitik dengan menyederhanakan multipartai menjadi hanya tiga partai. Kesalahan lain adalah ketika Soeharto hanya berpihak kepada Partai Golkar dan kelompok Angkatan Bersenjata. “Soeharto hanya mengedepankan kepentingan Golkar, bukan negara,” katanya.
Penolakan juga datang dari parlemen. Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, menilai Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme akan mengganjal usul itu. Pasal 4 Ketetapan itu menyebutkan pemerintah harus berupaya memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan pejabat negara, bekas pejabat negara, keluarga, para kroni, termasuk Soeharto. “Masak orang bermasalah diberi gelar pahlawan?” kata anggota Komisi Hukum DPR itu.
Soeharto telah tiga kali masuk sebagai calon penerima gelar pahlawan, tapi gagal karena muncul pro-kontra. Salah satu penyebab polemiknya adalah TAP MPR tersebut. Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto bertekad akan melobi fraksi lain di parlemen untuk mendukung pencabutan ketetapan itu. “Kami akan berupaya mensosialisasi,” katanya.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan mengatakan proses pencabutan ketetapan tersebut harus melalui pengkajian terlebih dulu. “Itu rumit. Panjang prosesnya, urusan politik,” ucapnya.
Pemerintah, kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, siap menerima usul gelar pahlawan dari berbagai pihak, termasuk bagi Soeharto. Nantinya, usul tersebut akan dibahas oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. “Yang pasti, kalau Pak Harto jadi pahlawan nasional, apa yang salah?” ujar Luhut, yang juga Ketua Dewan Gelar itu.
sumber: Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar