Cari Blog Ini

Biografi Panglima Soedirman, Panglima Besar dengan Latar Belakang Pendidik

Umur tujuh tahun, Soedirman bersekolah di Holland Inlandsche School (sekolah pribumi). Namun, di tahun ketujuh, Soedirman pindah ke sekolah menengah Taman Siswa akibat ejekan dari sekolah lamanya. Cobaan kembali datang saat tahun kedelapan, sekolah Taman Siswa dibubarkan oleh Ordonansi Sekolah Liar karena tidak terdaftar sehingga Soedirman harus pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo


Jenderal Soedirman merupakan pahlawan nasional Indonesia yang terkenal dengan strategi perangnya, yakni perang gerilya. Dalam berbagai buku teks sejarah diceritakanbiografi Panglima Soedirman, bagaimana sang jenderal berjuang melawan Belanda melalui medan yang sulit. Hingga beliau terkena penyakit turberkulosis (TBC), sang jenderal tetap berada di tengah prajuritnya meski harus ditandu.

Lantas, siapakah sebenarnya Jenderal Soedirman yang hingga sekarang namanya digunakan pada sebuah universitas, museum, hingga jalan-jalan di perkotaan maupun di desa? Berikut merupakan biografi Panglima Soedirman, satu-satunya panglima yang tidak diplih oleh presiden, tetapi diangkat langsung oleh pemungutan suara masing-masing pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Lahir di Purbalingga

Jenderal Soedirman terlahir dari pasangan Siyem dan Karsid Kartawiraji pada tanggal 24 Januari 1916 di Desa Bodas Karangjati, Purbalingga. Namun karena kondisi keuangan Cokrosunaryo (kakak dari ibu Jenderal Soedirman) yang lebih baik, maka Soedirman kecil diasuh oleh sang paman yang menjabat sebagai camat. Cokrosunaryo-lah yang memberikan nama  Soedirman serta memberikan gelar kebangsawanan Raden di depan namanya. Soedirman sengaja tidak diberitahu jika Cokrosunaryo bukanlah orang tua kandungnya hingga beliau berumur 18 tahun. 

Akhir tahun 1916, Cokrosunaryo pensiun sebagai camat dan pindah ke daerah Manggisan, Cilacap. Di sinilah Soedirman tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cerdas. Soedirman tumbuh bersama cerita kepahlawanan, etika seorang priyayi, serta semangat kerja dan kesederhanaan rakyat jelata. Di tahun 1936, Soedirman menikah dengan Alfiah, teman sekolahnya dulu yang juga merupakan putri pengusaha batik, Raden Sastroatmojo. Dari pernikahan tersebut, Soedirman dikarunia tujuh orang anak.

Sebelum Menjadi Tentara, Soedirman adalah Seorang Guru

Umur tujuh tahun, Soedirman bersekolah di Holland Inlandsche School (sekolah pribumi). Namun, di tahun ketujuh, Soedirman pindah ke sekolah menengah Taman Siswa akibat ejekan dari sekolah lamanya. Cobaan kembali datang saat tahun kedelapan, sekolah Taman Siswa dibubarkan oleh Ordonansi Sekolah Liar karena tidak terdaftar sehingga Soedirman harus pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo. Sekolah Menengah Wirotomo memiliki guru-guru yang juga merupakan tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. Hal ini pulalah yang membentuk pandangan Soedirman mengenai penjajah Belanda.

Meski nilai kaligrafi Jawa Soedirman selalu di bawah rata-rata, namun beliau sangat pandai dalam bidang studi matematika, ilmu alam, serta bahasa Indonesia dan bahasa Belanda. Soedirman juga tumbuh menjadi sosok yang tekun dalam beribadah di bawah arahan guru agamnya, Raden Muhammad Kholil. Selain tekun belajar dan beribadah, Soedirman ikut bergabung dalam kelompok musik dan tim sepak bola di sekolahnya. Berkat kepiawaiannya, di umur 19 tahun Soedirman telah diangkat sebagai guru praktik di Sekolah Menengah Wirotomo.

Setelah lulus dari Sekolah Menengah Wirotomo, Soedirman kembali menempuh sekolah guru (Kweekschool) di Surakarta. Namun, pendidikan tersebut hanya berjalan satu tahun karena tidak adanya biaya. Pada tahun 1936, Soedirman kembali ke Cilacap dan mengajar di sekolah dasar Muhammadiyah. Ketekunan Soedirman dalam mengajar membuatnya diangkat menjadi kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, Soedirman dipandang sebagai pemimpin yang demokratis dan moderat oleh rekan-rekan kerjanya.

Soedirman juga aktif dalam organisasi kepemudaan, pada akhir tahun 1937 Soedirman ditunjuk sebagai Ketua Kelompok Pemuda Muhammadiyah Kecamatan Banyumas. Selama memimpin, Soedirman terus memfasilitasi seluruh kegiatan para anggota di bidang agama maupun sekuler. Hari-hari Soedirman selalu diisi dengan mengikuti semua kegiatan organisasi kepemudaan di Jawa Tengah.

Perjuangan sebagai Tentara dalam Membela Tanah Air

Soedirman mulai bergabung menjadi tentara saat Perang Dunia II terjadi di Eropa. Saat itu, Belanda yang menduduki Hindia Belanda (Indonesia) mulai khawatir jika Jepang akan datang untuk menginvasi. Sebagai respons, Belanda mulai melakukan pelatihan militer bagi kaum pribumi untuk menghadapi serangan udara. Soedirman yang selama ini telah memimpin banyak organisasi kepemudaan ditunjuk sebagai pemimpin tim Cilacap.

Setelah beberapa kali menang dalam pertempuran melawan pasukan Belanda, di tahun 1942 Jepang mulai menguasai Hindia Belanda. Hal tersebut membuat pemerintahan semakin terpuruk serta membuat warga pribumi menderita di bawah pimpinan Jepang. Di tahun 1944,  Jepang meminta Soedirman bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA) dan diberi pelatihan selama empat bulan di Bogor. Sekembalinya dari Bogor, Soedirman ditugaskan di Batalion Kroya, Banyumas. Jabatannya sebagai komandan PETA harus berakhir ketika tentara PETA yang berada di bawah pimpinan Kusaeri mulai memberontak pada Jepang. Karena hal ini, Soedirman beserta anak buahnya dikirim ke Bogor untuk mencegah pemberontakan lainnya.

Peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki membuat kekuatan Jepang melemah. Hal ini dimanfaatkan Soedirman untuk memimpin upaya pelarian dari Bogor dan segera menghadap Soekarno di Jakarta. Soedirman ditugasi untuk memimpin perjuangan melawan Jepang di Jakarta, tetapi beliau menolaknya dan memilih bergabung dengan anak buahnya di Kroya, Banyumas. Tanggal 5 Oktober, Soekarno mengesahkan dekrit pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pimpinan sementara Oerip Soemohardjo.

Setelah kekalahan Jepang, tentara Inggris tiba di Semarang untuk membebaskan Belanda dan bergerak ke Magelang. Tentara Inggris yang diperkuat sisa-sisa pasukan Belanda bermaksud mendirikan pangkalan militer di Magelang. Melihat gelagat demikian, Soedierman mengirim pasukan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Isdiman, TKR berhasil memukul mundur tentara Eropa dari Ambarawa, yang berada di antara Semarang-Magelang.

Peristiwa ini kian menambah prestasi Soedirman dan membuatnya terpilih sebagai pimpinan TKR di umur 29 tahun pada tanggal 12 November 1945. Meski awalnya menolak, Soedirman kemudian menerima gelar Jenderal dan menjadikan Oerip Soemohardjo sebagai kepala staf. Di akhir November, Jenderal Soedirman memberi perintah untuk menyerang tentara sekutu di Ambarawa. Pada tanggal 12 Desember, Jenderal Soedirman memimpin pengepungan Benteng Willem  selama empat hari dan membuat tentara sekutu mundur hingga ke Semarang. Pertempuran di Ambarawa tersebut membuat Jenderal Soedirman semakin diperhatikan di tataran nasional. Pada tanggal 25 Mei 1946, Jenderal Soedirman dilantik sebagai panglima besar dan bersumpah untuk melindungi negeri hingga akhir hayatnya.

Demikianlah sedikit ulasan mengenai biografi Panglima Soedirman yang patut dihormati dan diteladani hingga sekarang.


Tidak ada komentar: