Cari Blog Ini

Operasi TRIKORA – Operasi Militer Terbesar yang pernah Dilakukan Indonesia

TRIKORA yang merupakan singkatan dari Tri Komando Rakyat adalah sebuah komando yang diserukan Presiden Soekarno, pada tanggal 19 Desember 1961, untuk membebaskan Irian Barat.

Operasi TRIKORA – Operasi Militer Terbesar yang pernah Dilakukan Indonesia

Indonesia meradang tatkala kedaulatannya telah dideklarasikan, Belanda masih mengklaim wilayah Irian Barat sebagai bagian dari provinsi kerajaannya. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengembalikan kembali keutuhan wilayah NKRI, termasuk dengan mengerahkan operasi militer besar-besaran yang membuat Belanda ciut dan pasrah melepas kembali tanah Papua ke bangsa Indonesia.

Latar Belakang TRIKORA

TRIKORA yang merupakan singkatan dari Tri Komando Rakyat adalah sebuah komando yang diserukan Presiden Soekarno, pada tanggal 19 Desember 1961, untuk membebaskan Irian Barat.

Seruan ini dipicu oleh sikap arogansi Belanda setelah deklarasi Kemerdekaan RI, yang masih mengklaim wilayah Irian Barat sebagai bagian dari kekuasaannya. Perseteruan ini pun berusaha dipecahkan dengan membawanya ke berbagai forum internasional, namun berjalan cukup alot.

Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, pembahasan mengenai sengketa Irian Barat sama sekali tidak menghasilkan titik temu. Akhirnya dikeluarkan keputusan bahwa permasalahan ini akan dibahas kembali dalam satu tahun mendatang.

Pada tahun 1950, PBB mengeluarkan keputusan bahwa Papua Barat memiliki hak merdeka sesuai dengan isi Piagam PBB pasal 73e, namun Indonesia kukuh dengan pendiriannya bahwa Irian Barat adalah bagian dari Indonesia.

Belanda pun mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan sengketa wilayah ini, namun Indonesia menolaknya dan mulai melancarkan beberapa kali serangan ke wilayah tersebut.

Adanya serangan dari Indonesia membuat Belanda semakin mempercepat proses kemerdekaan Irian Barat, di antaranya adalah dengan membangun kekuatan militer, melalui pendirian akademi angkatan udara dan pembentukan tentara Papua pada rentang tahun 1956-1957.

Melihat tindakan Belanda yang semakin mengancam kedaulatan Indonesia, membuat  pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan strategis, mulai dari yang berkaitan dengan ekonomi dan  perdagangan, budaya, hingga pemutusan hubungan diplomatik pada tanggal 17 Agustus 1960.

Presiden Soekarno pun menyerukan komando pembebasan Irian Barat yang disebut TRIKORA, dengan isi sebagai berikut:
Gagalkan pembentukan “Negara Papua” bikinan BelandaKibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air IndonesiaBersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa. 

Operasi TRIKORA sebagai Strategi Militer dalam Upaya Pembebasan Irian Barat 

Tindak lanjut dari Trikora dimanifestasikan dalam operasi militer yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto. Operasi tersebut dilaksanakan dengan menerapkan tiga tahap strategi, yaitu infiltrasi, eksploitasi, dan konsolidasi.

Tahap Infiltrasi

Operasi infiltrasi dimulai pada tanggal 13 januari 1962, dengan misi rahasia menyusupkan pasukan ke Irian Barat menggunakan kapal perang. 

Indonesia mengerahkan armada lautnya dengan mengirimkan KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. Konvoi tersebut terdeteksi oleh pesawat NEPTUNE Angkatan Laut Belanda sehingga mengakibatkan pecahnya pertempuran di Laut Aru.

Pertempuran ini mengakibatkan tenggelamnya kapal KRI Macan Tutul, dan menewaskan KOMODOR Yos Sudarso, yang kemudian dinobatkan sebagai salah satu pahlawan nasional.

Kegagalan ini membuat Indonesia menyiapkan serangan balasan berupa OPERASI JAYA WIJAYA, yaitu operasi amphibi terbesar sepanjang sejarah Indonesia, dengan mengerahkan 16.000 pasukan, ratusan pesawat tempur, dan kapal perang. 

Sulitnya rimba Irian Barat membuat strategi infiltrasi diubah dengan memfokuskan pada operasi angkatan udara. Para penerjun diinstruksikan untuk menyusup ke daerah lawan untuk mengacaukan situasi dari dalam dan memancing pasukan lawan merangsek ke tengah. Ketika perhatian teralihkan, pasukan lain akan didaratkan dari pantai dengan misi merusak radar milik Belanda. 

Tahap Eksploitasi

Di tahap ini strategi yang dikerahkan adalah pertempuran terbuka yang bertujuan menyerang dan menyabotase objek-objek vital milik Belanda di Irian Barat.

Untuk itu Indonesia pun mulai melakukan pendekatan ke dua poros Kekuatan Dunia, yaitu Amerika Serikat dan Uni Sovyet, untuk mendapatkan bantuan peralatan perang.

Pada awalnya Indonesia meminta bantuan persenjataan dari Amerika Serikat namun upaya tersebut menempuh kegagalan. Akhirnya pendekatan pun mulai diintensifkan ke Blok Timur, yaitu dengan mengirim A.H. Nasution ke Uni Sovyet untuk bernegosiasi tentang bantuan peralatan perang.

Hasilnya, Uni Sovyet bersedia menyediakan sejumlah peralatan perang yang bernilai 2,5 Milliar Dollar Amerika dengan sistem pembayaran jangka panjang.

Operasi kemudian dilanjutkan dengan mengerahkan ribuan pasukan dan armada, perang seperti satuan kapal perang ALRI, berupa 12 kapal selam dan KRI IRIAN 201, yaitu kapal penjelajah Svedrlov Vlass Cruisser berbobot 16.640 ton yang bisa memuat 1.270 awak. Kapal ini merupakan kapal perang terbesar yang pernah dimiliki Indonesia, yang dijual khusus oleh Uni Sovyet.


Selain itu dikerahkan pula ratusan pesawat tempur canggih AURI, berupa:
Pesawat tempur F-51 Mustang\Pesawat pembom pemburu B-25 MITCHELL49 MiG-17 dan 10 MiG-19, yaitu jenis pesawat pemburu sergap 20 MiG-21 fishbed, yaitu jenis pesawat pemburu30 pesawat jet MiG-1522 pesawat pembom ringan ILYUSHIN II-28, dan 26 TUPELOV-16, yaitu pesawat pembom strategis jarak jauh, yang saat itu hanya dimiliki 4 negara, yaitu Amerika, Inggris, Uni Sovyet, dan IndonesiaDan masih banyak lagi.Kekuatan perang ini cukup mencengangkan dunia, dan menguatkan supremasi militer Indonesia di dunia Internasional.

Tahap Konsolidasi

Besarnya jumlah pasukan dan peralatan perang yang dimiliki menjadikan Indonesia sebagai negara di belahan bumi selatan yang memiliki angkatan perang paling kuat.

Keterlibatan Uni Sovyet mengusik perhatian Amerika Serikat yang juga merupakan sekutu dari Belanda. Amerika mengkhawatirkan bahwa di iklim perang dingin, Blok Timur akan mengambil keuntungan dari konflik tersebut.

Amerika pun kemudian mendesak Belanda untuk merundingkan sengketa Irian Barat dan akhirnya diadakanlah “Persetujuan New York” pada tanggal 15 Agustus 1962 yang menyatakan bahwa Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua Barat kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).

Selama masa peralihan, bendera PBB lah yang akan dikibarkan di sana. PBB juga yang akan menangani berbagai urusan yang berkaitan dengan keamanan, serta keputusan masyakat Papua mengenai keinginannya bergabung atau berpisah dengan Indonesia. Adapun masa penentuan tersebut akan dilakukan sebelum 1969.

Pada tahun 1969, Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) pun  diselenggarakan. Hasilnya, Papua bergabung dengan Indonesia dan menjadi provinsi ke-26 Republik Indonesia, dengan nama Irian Jaya.


Tidak ada komentar: