Pada tanggal 20 Oktober 1945, pasukan Inggris yang dipimpin oleh Jenderal Bethel tiba di Kota Semarang dan disambut dengan hangat oleh Gubernur Wongsonegoro. Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Wongsonegoro bersedia membantu Jenderal Bethel dalam membebaskan tawanan asalkan tentara Inggris tidak mengusik kemerdekaan Indonesia.
Pertempuran di Kota Ambarawa merupakan pertempuran yang terjadi setelah Indonesia merdeka. Pertempuran ini bertujuan mempertahankan kedaulatan Indonesia di mata dunia. Dalam pertempuran ini, dikisahkan mengenai kegigihan pejuang Indonesia dalam melawan tentara sekutu yang hendak menjajah Indonesia kembali. Berikut adalah pemaparan sebab dan kronologi pertempuran yang dipimpin oleh Panglima Soedirman ini.
Sebab Pecahnya Pertempuran Ambarawa
Berdasarkan hasil putusan Konferensi Potsdam di bulan Juli 1945, Inggris sebagai anggota blok sekutu ditugaskan untuk mengendalikan negara-negara di Asia Tenggara. Selain harus mengambil alih daerah jajahan Jepang, Inggris juga bertugas untuk melucuti senjata serta memulangkan tentara Jepang ke negara asalnya. Ditambah lagi, pasukan Inggris bertugas membebaskan pasukan Belanda yang ditawan Jepang sekaligus menegakkan hukum dan menjamin keamanan pasukan Belanda.
Panglima Asia Tenggara Laksamana Lord Louis Mountbatten kemudian membentuk pasukan Allied Forces Netherlands Indis (AFNEI), guna menjalankan tugas-tugas yang dalam Konferensi Potsdam berada di wilayah bekas jajahan Belanda. Pasukan AFNEI tersebut dipimpin oleh Letjen Sir Philip Christison. Pasukan ini pertama kali mendarat di Batavia yang ternyata diboncengi oleh pasukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
Tujuan awal yang semula hendak membebaskan pasukan Belanda yang ditahan oleh Jepang, berubah untuk kembali mengambil alih kekuasaan atas negara Indonesia. Tentara Inggris yang diboncengi NICA tidak hanya membebaskan tawanan, tetapi juga memberikan senjata untuk digunakan melawan pejuang Indonesia.
Pada tanggal 20 Oktober 1945, pasukan Inggris yang dipimpin oleh Jenderal Bethel tiba di Kota Semarang dan disambut dengan hangat oleh Gubernur Wongsonegoro. Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Wongsonegoro bersedia membantu Jenderal Bethel dalam membebaskan tawanan asalkan tentara Inggris tidak mengusik kemerdekaan Indonesia. Wongsonegoro juga melarang keras tentara Inggris melucuti senjata tentara Indonesia.
Bertepatan dengan pertemuan Bethel dan Wongsonegoro, di Semarang sedang terjadi perseteruan antara tentara Jepang dengan pejuang Indonesia untuk memperebutkan senjata. Sebelumnya, sejumlah 200 warga Jepang sipil terbunuh dalam insiden di Ambarawa sehingga membuat tentara Jepang ingin menuntut balas. Aksi pembalasan Jepang pun membuat 2000 warga Indonesia terbunuh di Semarang.
Tentara Inggris yang datang bertepatan degan insiden tersebut dianggap sebagai penolong yang akan membebaskan Indonesia dari penjajahan Jepang. Oleh karena itu, Wongsonegoro memberikan izin kepada pasukan Bethel untuk bergerak menuju Ambarawa dan Magelang. Ambarawa yang sebelumnya merupakan markas besar pasukan Belanda menjadi tujuan pertama tentara Inggris setelah tiba di Kota Semarang untuk membebaskan tawanan perang. Setelah bebas, bekas tentara Belanda ini malah melakukan tindakan-tindakan provokasi. Misalnya, memakai seragam militer, menangkap dan menyiksa pejuang Indonesia. Hal ini akhirnya memicu kemarahan pejuang Indonesia.
Pimpinan BKR Kedu dan pimpinan BKR Yogyakarta, Panglima Soesman dan Oemar Slamet kemudian menyerbu tentara sekutu yang berada di Tuguran Susteran dan Hotel Montage. Akibat insiden tersebut, dari kedua belah pihak korban berjatuhan. Panglima tentara Inggris mencoba membuat kesepakatan dengan pemimpin daerah setempat namun gagal. Akhirnya Bethel mendatangi Soekarno yang saat itu berada di Surabaya.
Dalam perundingan yang terjadi pada tanggal 2 November tersebut dihasilkan beberapa kesepakatan, yakni genjcatan senjata antara dua belah pihak; tentara Inggris diberi izin untuk mengevakuasi tawanan perang yang semula adalah pasukan sekutu, serta tentara NICA dilarang melakukan kegiatan apa pun. Selain itu, perundingan juga menghasilkan sebuah Contact Commitee yang bertugas untuk membantu pembebasan tawanan perang. Berkat perjanjian tersebut, sebanyak 2500 tawanan perang yang ditahan di Magelang bisa dievakuasi dengan lancar.
Bersamaan dengan perpindahan tawanan perang dari Magelang ke Ambarawa, tentara Indonesia sedang melakukan pemilihan panglima TKR. Melalui pemungutan suara, akhirnya terpilihlah Kolonel Soedirman sebagai panglima pertama di Indonesia. Panglima Soedirman yang kembali ke markas BKR Banyumas menyusun strategi perang sebagai antisipasi jika tentara Inggris melanggar perjanjian.
Kronologi Pertempuran Ambarawa
Langkah pertama yang diambil Panglima Soedirman ialah menginstruksikan kepada seluruh komandan TKR Jawa Tengah untuk mengirim pasukan terkuatnya menuju Ambarawa. Jumlah pasukan TKR yang paling banyak berasal dari Banyumas karena memiliki persenjataan paling lengkap. Panglima Soedirman menyusun garis besar operasi penyerangan agar tidak mengulang kesalahan pertempuran saat di Magelang—saat itu para tentara Indonesia berperang tanpa hierarki dan koordinasi yang jelas.
Panglima Resimen Purwokerto, Letkol Isdiman ditunjuk sebagai pemimpin dan koordinator pasukan penyerang. Tanggal 26 November 1945, Kolonel Isdiman sang pemimpin batalion Purwokerto gugur dalam pertempuran. Setelahnya, Panglima Soedirmanlah yang mengambil alih kepemimpinan batalion Purwokerto. Seiring waktu, situasi peperangan beralih menguntungkan posisi pejuang Indonesia. Pada 5 Desember 1945, pasukan yang dipimpin Panglima Soedirman berhasil mengusir tentara sekutu dari Banyubiru, yang saat itu adalah garis terdepan pertahanan tentara sekutu.
Panglima Soedirman juga membagi Ambarawa menjadi beberapa daerah penyerangan serta menentukan tanggal 12 Desember 1945 pukul 04.30 pagi sebagai waktu dimulainya penyerbuan. Dalam pertempuran ini, Panglima Soedirman berhasil mengumpulkan 20 batalion. Untuk pasukan reguler, rasio senjata dan tentara adalah 1 senjata berbanding 5 tentara. Adapun pejuang yang terdiri atas para pelajar, rasionya adalah 1 senjata berbanding 10 pejuang. Meskipun minim senjata, pejuang Indonesia tetap gigih berjuang mempertahankan kedaulatan negara.
Tanggal 12 Desember 1945 yang disepakati tiba, pejuang Indonesia bergerak sesuai perintah Panglima Soedirman. Hanya dalam waktu 30 menit, tentara TKR berhasil mengepung Benteng Willem yang merupakan markas tentara Inggris di pusat Kota Ambarawa. Meski tentara TKR mengepung benteng itu selama 4 hari 4 malam, pasukan sekutu tidak tinggal diam dan mencoba untuk melakukan perlawanan. Berbagai serangan pun dilakukan baik dari darat, udara serta tembakan meriam yang berasal dari kapal H. M. S Sussex.
Keadaan tersebut tidak dapat mematahkan perjuangan tentara Indonesia, hingga akhirnya tentara sekutu berhasil dipukul mundur dari Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945. Kemenangan pasukan Indonesia dalam pertempuran Ambarawa ini sangat penting mengingat Ambarawa merupakan kota yang strategis. Jika tentara sekutu berhasil menduduki Ambarawa, maka tiga kota penting di Jawa Tengah yang merupakan markas besar TKR akan terancam; yakni Kota Magelang, Yogyakarta dan Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar