Kekuasaan kerajaan Pajajaran mulai menurun ketika pengaruh Islam masuk ke pulau Jawa. Secara de facto, keruntuhan kerajaan disebabkan oleh kalahnya Pajajaran dari serangan pasukan kerajaan Banten yang dipimpin oleh Maulana Yusuf pada tahun 1579.
Kerajaan yang terbentuk dari penyatuan kembali kerajaan Sunda Galuh ini menguasai lebih dari sepertiga Jawa bagian Barat. Pajajaran menjadi salah satu kerajaan besar yang ada di pulau Jawa dan memiliki pengaruh yang kuat di Nusantara. Ketakutannya akan masuknya pengaruh Islam membuatnya bersekutu dengan Portugis, namun akhirnya kerajaan ini jatuh juga ke kesultanan Islam di bawah pimpinan Maulana Yusuf dari Kerajaan Banten.
Sejarah Kerajaan Pajajaran
Pajajaran merupakan nama ibu kota Kerajaan Sunda Galuh (1030-1579) yang kekuasaannya membentang dari ujung Banten hingga wilayah barat Jawa Tengah. Adapun lokasi ibu kota ini terletak di Pakuan (sekarang disebut Bogor). Sudah menjadi kebiasaan di masa lalu bahwa nama ibu kota kerajaan kerap dijadikan sebutan untuk nama kerajaan.
Asal Mula Kerajaan Pajajaran
Pajajaran sejatinya adalah kerajaan yang berdiri pada tahun 1482. Terbentuknya kerajaan ini diawali dengan pecahnya kerajaan Galuh setelah wafatnya Mahaputra Niskala Wastu Kencana raja ke-27 dan dibaginya kerajaan tersebut kepada dua anaknya, Susuktunggal dan Dewa Niskala.
Susuktunggal dipercaya untuk memerintah Kerajaan Sunda yang berpusat di Pakuan/Pajajaran, sedangkan Dewa Niskala memerintah Kerajaan Galuh yang berpusat di Kawali. Kedua kerajaan ini memiliki derajat dan kedudukan yang sama sebagai kerajaan Sunda-Galuh.
Konflik terjadi tatkala Dewa Niskala menerima pengungsi Majapahit, yang merupakan anggota keluarga, punggawa kerajaan, serta sejumlah penduduk dari masa kekaisaran Prabu Kertabumi, dan menikahi salah satu dari mereka.
Hal ini memicu ketegangan di antara kerajaan Sunda dan Galuh, karena sejak peristiwa Bubat perang antara Kerajaan Pasundan dengan Majapahit pada tahun 1357—telah ditetapkan peraturan bahwa keturunan Sunda Galuh tidak diperkenankan menikah dengan keturunan Majapahit.
Walaupun pada akhirnya perselisihan ini dapat ditengahi oleh para penasihat kerajaan, namun kedua raja tersebut harus turun tahta dan digantikan oleh Jayadewata atau Prabu Siliwangi yang merupakan putra Dewa Niskala dan Menantu Susuktunggal.
Dengan bergelar Sri Baduga Maharaja, Jayadewata kemudian menyatukan kembali kerajaan Sunda-Galuh dan memberinya nama Kerajaan Pajajaran.
Dalam perjalanannya, pemerintahan Pajajaran dipusatkan di Pakuan. Namun demikian wilayah kerajaan Galuh tetap memiliki pemimpin—setara raja—yang diutus langsung oleh Raja Pajajaran.
Berikut ini adalah nama-nama raja yang pernah bertahta di kerajaan Pajajaran:
Tahun Berkuasa Nama/Gelar Raja Keterangan
1482 – 1521 Sri Baduga Maharaja Bertahta di Pakuan
1521 – 1535 Surawisesa Bertahta di Pakuan
1535 – 1543 Ratu Dewata Bertahta di Pakuan
1543 – 1551 Ratu Sakti Bertahta di Pakuan
1551 – 1567 Ratu Nilakendra Meninggalkan pakuan akibat serangan Maulana Hasanuddin
1567 – 1579 Raga Mulya/Prabu Surya Kencana Memerintah dari Pandegelang
Adapun setelah pindahnya Raja Pajajaran ke Pakuan, pemerintahan di Galuh Kawali dipimpin oleh Prabu Ningratwangi (1428 – 1501) mewakili kakaknya Sri baduga Maharaja.
Selanjutnya pada periode 1501-1528, pemerintahan Galuh dipimpin oleh Prabu Jayaningrat. Dia merupakan Ratu Galuh terakhir sebelum akhirnya kerajaan tersebut ditaklukkan oleh Kesultanan Cirebon.
Perekonomian & Kehidupan Sosial-Budaya Pajajaran
Kerajaan Pajajaran merupakan negara Agraris. Kehidupan ekonomi utamanya ditopang dari sektor pertanian dan peternakan, dengan komoditas utama berupa beras, lada, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Masyarakat Sunda Pajajaran mengembangkan sistem pertanian berpindah. Hal ini menyebabkan sering berpindahnya pusat kerajaan Sunda dan tidak banyaknya bangunan-bangunan besar/permanen yang ditinggalkan, seperti misalnya keraton, candi atau prasasti.
Beberapa peninggalan kerajaan Pajajaran yang masih bisa ditemui saat ini adalah:
Prasasti Cikapundung berupa batu tulis di sekitar sungai Cikapundung.Prasasti Pasir Datar yang ditemukan di perkebunan kopi Pasir Datar, Cisadane-Sukabumi.Prasasti Huludayeuh yang juga berupa batu tulis. Prasasti ini ditemukan di Desa Cikahalang, Sumber-Cirebon.Prasasti perjanjian Sunda-Portugis yang berbentuk tugu. Prasasti ini ditemukan di jalan Kali Besar timur – Jakarta Barat.Prasasti Ulubelu yang merupakan peninggalan kerajaan Sunda abad ke-15. Prasasti ini ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung-Lampung, Candi Situcangkuang di Garut, dan masih ada beberapa peninggalan lainnya. Walaupun pusat kerajaan sering berpindah dan berada di pedalaman, namun Pajajaran tetap menjalin hubungan yang baik dengan daerah/bangsa lain. Kerajaan sunda ini juga mengembangkan sektor ekonomi dari pelayaran dan perdagangan.
Pajajaran tercatat memiliki sejumlah pelabuhan penting, seperti Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa, dan Cimanuk.
Dalam kehidupan sosialnya, terdapat beberapa beberapa pengelompokkan masyarakat, yaitu:
Kelompok rohani dan cendikiawanKelompok aparat pemerintahan, seperti Bhayangkara (sang penjaga keamanan), prajurit, dan hulu jurit, sertaKelompok ekonomi, seperti petani, pedagang, nelayan, seniman, dan pandai besi.
Runtuhnya Kekuasaan Pajajaran di Tanah Sunda
Kekuasaan kerajaan Pajajaran mulai menurun ketika pengaruh Islam masuk ke pulau Jawa. Secara de facto, keruntuhan kerajaan disebabkan oleh kalahnya Pajajaran dari serangan pasukan kerajaan Banten yang dipimpin oleh Maulana Yusuf pada tahun 1579.
Masuknya pengaruh Islam di Pesisir Banten
Setelah adanya persekutuan antara Kesultanan Demak dan Cirebon, ajaran Islam mulai masuk ke bumi Parahyangan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Jaya Dewata. Ia kemudian membatasi masuknya pedagang Muslim di pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Sunda agar kontak dengan pribumi dan masuknya pengaruh Islam bisa diminimalisasi.
Walaupun di batasi, pengaruh Islam ternyata jauh lebih kuat. Pajajaran pun memutuskan menjalin koalisi dengan Portugis untuk mengimbangi pasukan kesultanan Demak & Cirebon.
Pajajaran memberikan kesempatan perdagangan bebas di pelabuhan-pelabuhan kerajaan Sunda dengan imbalan bantuan militer apabila Kesultanan Demak & Cirebon menyerang Pajajaran.
Kekuasaan Pajajaran Jatuh ke Tangan Kesultanan Banten
Pada tahun 1524, pasukan gabungan Demak dan Cirebon yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati mendarat di Banten. Ajaran islam yang disampaikan para pendatang berhasil menarik simpati masyarakat, termasuk penduduk pedalaman Wahenten Girang.
Sunan Gunung Jati pun memberi petunjuk kepada anaknya—Maulana Hasanuddin—untuk membangun pusat pemerintahan di wahanen Girang dan membangun kota pesisir, sehingga terbentuklah Kerajaan Banten.
Pada tahun 1570, Maulana Yusuf naik tahta menjadi raja Banten menggantikan ayahnya Maulana Hasanuddin. Dia kemudian melanjutkan ekspansinya ke pedalaman Sunda dan berhasil menaklukkan Pakuan Pajajaran.
Pada tahun 1527, pelabuhan terbesar Sunda Kelapa jatuh ke tangan pasukan Islam. Hal ini menyebabkan terputusnya hubungan antara Pajajaran dengan Portugis dan semakin melemahkan pertahanan kerajaan Sunda.
Pemerintahan juga berjalan tidak baik. Prabu Ratu Dewata (1535–1543) lebih fokus sebagai pendeta sehingga rakyatnya terabaikan. Penggantinya Ratu Sakti (1543–1551) gemar bermain wanita, dan Raja Mulya (1567–1579) suka berfoya-foya dan mabuk mabukan. Akhirnya kerajaan Pajajaran pun tidak terselamatkan.
Maulana Yusuf kemudian menjadi penerus kekuasaan Sunda yang sah. Hal ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa jika diurutkan garis keturunannya, dia merupakan cicit dari Sri Baduga Maharaja, raja pertama Pajajaran.
Setelah dikalahkan oleh Banten, sejumlah punggawa istana mengungsi dan menetap di daerah Lebak. Mereka hidup di pedalaman dan berusaha mempertahankan tata cara kehidupan mandala yang ketat. Kelompok masyarakat tersebut masih ada hingga saat ini dan dikenal sebagai suku Baduy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar