Cari Blog Ini

Masa Pergolakan Permesta II (Pemberontakan Republik Persatuan Indonesia)

8 Februari 1960Proklamasi Republik Persatuan Indonesia(RPI) dikumandangkan hari ini. Proklamasi RPI ini tertunda semenjak tanggal 17 Agustus 1959.
Presiden merangkap Perdana Menteri RPI adalah Sjafruddin Prawiranegara dengan Wakil Perdana Menteri (Waperdam) adalah Muhammad Natsir. Dalam pasal 3 UUDnya disebutkan bahwa wilayah negaranya "meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia 17 Agustus tahun 1945".
Tujuan RPI ini adalah untuk mempersatukan PRRI/Permesta dengan DI/TII Daud Beureuh di Aceh dan DI/TII Kahar Mudzakkhar di Sulawesi Selatan. Benderanya tetap merah-putih, namun ada sejumlah bintang di tengah yang mana setiap bintang melambangkan masing² pemberontakan (negar-bagian) saat itu yang berada di bawah RPI.
KSAD RPI Brigjen Ventje Sumual menunjuk Henk Lumanauw sebagai Wali-Negara RPI untuk Sulawesi Utara. RPI ini ditentang dengan keras oleh Waperdam PRRI / Kepala Pemerintahan PRRI di Sulawesi Joop Warouw serta Panglima Besar APREV Alex Kawilarang.
Dalam pengumumannya, Ketua Badan Pekerja Dewan Pertimbangan Pusat (DPP) Permesta, Henk Rondonuwu menolak RPI ini. Meskipun RPI ini telah berdiri, namun di daerah gerilya Permesta sendiri seperti di perbatasan Minahasa - Bolaang Mongondow, masih dilaksanakan Upacara Peringatan HUT RI secara resmi dan dihadiri oleh tokoh² militer dan sipil Permesta. Sedangkan oleh pihak perwira Permesta di sebelah utara seperti Mayjen Alex Kawilarang, Kolonel D.J. Somba, Letkol Wim Tenges, menolak RPI ini, apalagi mengibarkan bendera baru (RPI) di wilayahnya dan tetap memakai lambang² NKRI seperti Pancasila dan Merah Putih dalam logo maupun atribut lainnya. Distrik/WK-III dibawah komando Letkol Wim Tenges memiliki hampir separuh kekuatan pasukan Permesta, dan merupakan WK yang paling kompak dan disiplin dari antara WK lainnya.

Masalah RPI ini berbeda dengan PRRI. Kalau PRRI hanyalah kabinet tandingan, maka RPI lebih merupakan negara dalam negara (negara tandingan). Hal ini memperkuat anggapan sementara orang bahwa gerakan daerah ini adalah gerakan separatisme. Menurut pandangan para pemimpin PRRI dan Permesta, RPI yang lebih banyak merupakan gagasan tokoh² politik, direncanakan sebagai taktik dalam perjuangan PRRI.
Usia RPI sejak direncanakan untuk kemudian diproklamasikan pada September/Februari 1960 hanya 2 tahun.
9 Maret 1960Seorang Perwira AURI, Letnan Udara II Daniel Alexander Maukar (alias Daantje, alias Danny), menembaki kompleks tangki minyak BPM di Tanjung Priok, Istana Merdeka dan Istana Bogor dengan pesawat jet MIG-17 yang hanya dilengkapi kanon 23mm pada siang hari sekitar pukul 11.30. Kemudian ia mendaratkan pesawatnya di daerah persawahan Kadungoro, Leles (Garut, Jawa Barat) - rencana penyelamatan dirinya akan dibantu oleh anggota DI/TII yang bergerilya di daerah itu (DI/TII saat itu telah masuk dalah negara-bagian RPI) - namun segera tertangkap oleh TNI.
Maksud Danny Maukar adalah untuk memperingatkan Soekarno yang sudah mulai "main mata" dengan PKI, serta menghendaki agar Pemerintah Pusat mau berunding dengan Permesta di Sulawesi.
Rencana ini sebenarnya direncanakan untuk dilakukan pada tanggal 2 Maret 1960 sebagai hari peringatan Proklamasi Permesta, tapi gagal, juga rencana keesokan harinya tanggal 3 Maret, namun gagal lagi. Semua gerakan ini dilakukan oleh seluruh pejuang Permesta Sulut yang berada di Jakarta dengan sandi"Manguni" yang dikomandoi Ventje Sumual bersama² Sam Karundeng dan Danny Maukar.
15 Maret 1960Pertemuan pertama antara Kolonel D.J. Somba dengan Broer Tumbelaka diadakan hari ini di desa Matungkas, dekat Airmadidi. Broer menegaskan, ia datang sebagai teman lama, meskipun diketahui oleh Kolonel Surachman dan Kolonel Soenarjadi (Kastaf Komando Operasi Merdeka di Sulawesi Utara yang baru), dengan harapan akan dapat membantu memulihkan perdamaian di Minahasa. Yus Somba mengatakan bahwa Joop Warouw selamanya memang menganjurkan bahwa "pintu belakang" dibiarkan terbuka bagi penyelesaian atas pemberontakan PRRI ini, dan bahwa Joop Warouw, Alex Kawilarang, Ventje Sumual, dan dia sendiri sepakat mengenai ini.
23 Maret 1960Salah satu penasehat politik Waperdam Joop Warouw selaku Kepala Pemerintahan Sipil PRRI di Sulawesi, Prof.Mr. G.M.A (Laan) Inkiriwang, yang adalah Ketua Parlemen PRRI dan Menteri Kehakiman, ditahan Batalyon III/Brigade 999, Pimpinan Mayor Hans Karua (Korowa). Seorang penasehat politik Joop Warouw, Prof.Mr. G.M.A. Inkiriwang (juga sebagai Ketua Parlemen/Menteri Kehakiman) hari ini ditahan oleh Mayor Hans Korua, Komandan Batalyon 3/Brigade 999 pimpinan Jan Timbuleng.
Sejumlah Menteri Kabinet PRRI juga telah ditangkap (Ir. Herling Laoh/mantan menteri Pekerjaan Umum RI, Wilhem Pesik, Otto Rondonuwu, dll - walau akhirnya dibebaskan kembali).
Peristiwa itu didahului oleh tertangkapnya seorang kurir Joop Warouw yang membawa surat kepada Kolonel D.J. Somba yang isinya kecaman terhadap Jan Timbuleng, yang ditangkap oleh salah satu satuan Jan Timbuleng. Akibat peristiwa ini, penekanan terhadap keluarga serta pejabat sipil dimulai. Sejak itulah situasi menjadi semakin mencurigakan antara para perwira Permesta. Joop Warouw kemudian bertemu dengan Letkol J.M.J. (Nun) Pantouw, perwira intel KSAD Ventje Sumual (Assisten I/Intelejen KSAD RPI) dan Gerson Sangkaeng, Komandan Batalyon 2/Brigade 999. Hasil pertemuan itu, Nun Pantouw bersedia memberi bantuan satu satuan pasukan tambahan kepada Joop Warouw untuk meninggalkan wilayah kekuasaan Jan Timbuleng yang diketahui beraliran kiri tersebut.

Pasukan Brigade 999 (Triple Nine) waktu itu menjadi terkenal sebagai pasukan tukang lucut karena rencana dan kegiatan yang disebut "matchts vorming".
27 Maret 1960Gerakan yang dilakukan oleh beberapa anggota Pusat Kaveleri (a.l. Letnan Togas) di Bandung yang bermaksud untuk memaksa Pemerintah Pusat agar mengadakan perundingan dengan pihak Permesta di Sulawesi.
30 Maret 1960Sistem pemerintahan daerah otonom Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sesungguhnya dimulai hari ini pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah RI No.5/Tahun 1960 yang menetapkan pembagian wilayah administratif provinsi Sulawesi menjadi dua wilayah administratif masing² provinsi Sulawesi Utara-Tengah (Sulutteng) dan provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulseltra). Arnold A. Baramuli, SH ditunjuk sebagai pejabat Gubernur Sulawesi Utara dan Tengah.
5 April 1960Kepala Pemerintahah Sipil Permesta/Kepala Pemerintahan PRRI di Sulawesi Joop WAROUW, ditangkap dan ditahan oleh Batalyon 7/Brigade 999 pimpinan Kapten Robby Parengkuan. Dalam peristiwa itu, kedua lutut Joop Warouw ditembak. Kemudian lututnya tersebut dibiarkan membusuk. Data ini menurut beberapa sumber intel Angkatan Darat TNI serta kesaksian beberapa orang pejabat pemerintahan sipil.
Menurut saksi mata, rombongan Joop Warouw seusai mengadakan pertemuan puncak di Tompaso Baru, rombongan itu dibagi dua oleh pasukan 999 (Triple Nine). Yang pertama disuruh menempuh suatu arah tertentu, yang ternyata menuju lokasi posko KSAD sedangkan rombongan yang kedua, yaitu rombongan Joop Warouw disuruh menuju ke daerah Brigade 999 di sekitar sungai Ranoyapo. Di suatu tempat, Joop Warouw dipisahkan dari rombongan terakhir ini, lalu dia ditembak lututnya. Sedangkan rombongan yang ditinggalkannya langsung diberondong dengan tembakan² sehingga semuanya tewas, termasuk diantaranya sekretaris Waperdam Joop Warouw, yaitu Nona Dolly Ompi dan Bupati Gorontalo Sam Bia, Danny Lumi, beberapa kerabat Joop Warouw, 3 orang penghubung, serta 3 orang mantri. Namun, seorang pengawal Joop Warouw berhasil melarikan diri, karena pada saat itu tubuhnya ditindih oleh mayat rekannya yang lain dan berpura² mati. Kemudian katanya orang tersebut menjadi saksi atas peristiwa yang menimpa Joop Warouw.

(Menurut pengakuan beberapa sumber/saksi mata, Joop Warouw ditangkap atas perintah KSAD, karena ia menentang berdirinya RPI yang akan memisahkan diri dari NKRI).
14 April 1960Broer Tumbelaka bertemu dengan KSAD TNI Jenderal A.H. Nasution dan mendapat dukungan sepenuhnya untuk melanjutkan usaha mencapai suatu penyelesaian.
29 April 1960Sidang terakhir Mahkamah Militer AURI terhadap terdakwa Allan Lawrence Pope, bekas pilot pesawat B-26 AUREV, pada hari ini memutuskan, bahwa bersangkutan dijatuhi hukuman mati.
20 Mei 1960Hari ini resmi berdiri Kotapraja Gorontalo.
Tahun 1953, Sulawesi Utara menjadi daerah otonom berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1953. Daerah Bolaang Mongondow terpisah menjadi daerah otonom tingkat II pada tahun 1954, sehingga daerah Sulut wilaysah Gorontalo hanya meliputi bekas kawasan Gorontalo dan Buol yang berpusat di Gorontalo. Berdasarkan UU No 29/1959, maka daerah Sulut yang dimaksud dengan PP No 11/1953 dipisahkan menjadi daerah tingkat II, meliputi Daerah Kotapraja Gorontalo dan Daerah Tingkat II setelah dikurangi Swapraja Buol. Selanjutnya pada tanggal 20 Mei 1960, resmi berdiri Kotapraja Gorontalo dan pada tahun 1965 berubah menjadi Kotamadya Gorontalo.
25 Mei 1960Hari ini, F.J. (Broer) Tumbelaka diangkat sebagai Wakil Gubernur provinsi Sulawesi Utara.
16 Juli 1960Danny A. Maukar diseret dalam pengadilan Mahkamah Militer Angkatan Udara RI (AURI) dengan didampingi pengacaranya yaitu Hadeli Hasibuan dan dijatuhi hukuman mati dalam keadaan perang.
sidang_maukar_sam
Sidang Mahkamah Militer
DA Maukar & Sam Karundeng
17 Agustus 1960Keppres No.200/Th.1960 dan No.201/Th.1960 tanggal 17 Agustus 1960, tentang pembubaran partai politik Masjumi (Majelis Sjuro Muslimin Indonesia) dan PSI (Partai Sosialis Indonesia), karena "organisasi itu melakukan pemberontakan, karena pemimpin²nya turut serta dengan pemberontakan apa yang disebut dengan 'PRRI' atau 'RPI' atau telah jelas memberikan bantuan terhadap pemberontakan".

Dalam pidato peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-15, Presiden Soekarno memaklumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda, yang merupakan tanggapan atas sikap Pemerintah Belanda yang dianggap tidak menghendaki penyelesaian secara damai mengenai pengembalian wilayah Irian Barat kepada Indonesia.

Meskipun Republik Persatuan Indonesia (RPI) telah didirikan oleh tokoh² PRRI, namun di daerah gerilya Permesta sendiri seperti di perbatasan Minahasa - Bolaang Mongondow, masih dilaksanakan Upacara Peringatan HUT Republik Indonesia secara resmi yang dihadiri oleh tokoh² militer dan sipil Permesta.
Awal Oktober 1960Menurut sebuah sumber, peristiwa berkaitan dengan ditangkapnya Joop Warouw adalah sbb:
Setelah Kepala Pemerintahah Sipil PRRI, Kol. J.F. "Joop" WAROUW ditangkap oleh Batalyon 7/Brigade 999 pimpinan Kapten Robby Parengkuan, maka KSAD RPI Ventje Sumual memanggil Jan Timbuleng, Komandan Brigade 999. Timbuleng berkenan, asal Joop Warouw juga diajak secara resmi. Maka Sumual pun membuat surat panggilan yang digunakan Jan Timbuleng untuk mencegah Joop Warouw untuk meninggalkan wilayah kekuasaannya.
Padahal, secara diam² melalui Kapten J.Lisangan, Komandan Batalyon 1/Brigade 999, Sumual berhasil mengumpulkan informasi tentang diri Warouw. Ternyata, selain Joop Warouw, juga telah ditahan sejumlah menteri kabinet. Dari Jan Timbuleng diketahui, penangkapan itu dilakukan karena melihat Joop Warouw telah memihak dan mendukung tokoh² Permesta di wilayah utara Minahasa.
8 Oktober 1960KSAD RPI Ventje Sumual mengadakan rapat di Markas Besar Permesta di perkebunan Lindangan(?) - Tompaso Baru.
Jan Timbuleng, Komandan Brigade 999 (Triple Nine) datang dengan Batalyon 3 dengan komandannya Mayor Hans Korua (KOROWA) dan Batalyon 4 dengan komandannya Benny Pandeiroth. Ketika itu, Timbuleng dan pasukannya tanpa sadar, jika sebetulnya pertemuan itu merupakan suatu taktik untuk menahannya. Ia juga tidak curiga, kalau Komandan Batalyon 1 - J. Lisangan dan Komandan Batalyon 2 - Gerson Sangkaeng dan seluruh pasukannya tidak lagi setia mendukungnya. Karena itu, sementara Ventje Sumual membuat pertemuan dengan Jan Timbuleng dan perwira²ya, satuan Gerson Sangkaeng melakukan pelucutan senjata atas pasukan² Jan Timbuleng yang tengah menunggu di luar. Mereka tidak mencurigai Gerson, karena mereka pikir, ia salah satu dari mereka juga. Dan sebagai akhir dari pelucutan itu, Gerson Sangkaeng memberi isyarat dengan menembakkan sebuah senapan mesin (50pt). Ketika itu juga, Sumual mengakhiri rapatnya, dan begitu Jan Timbuleng serta perwira²nya melewati depan gardu pos, pasukan Sumual pun menawannya.
Semula niat Ventje Sumual hendak membawa Jan Timbuleng dan sejumlah perwira Brigade 999 ke pengadilan militer. Namun sebelum itu terjadi, Jan Timbuleng yang tengah ditawan di tingkat atas sebuah rumah panggung, berhasil merebut senjata dari seorang pengawal dan melompat keluar jendela dan terbang ke atas rumpun bambu di dekat situ (dengan ilmu/jimat terbangnya) sembari berteriak minta bantuan. Kemudian seorang tentara pelajar asal Ambon (pelajar PTPG Tondano) yang tidak memiliki peganganjimat diperintahkan untuk melepaskan tembakan ke tubuh Jan Timbuleng (dengan prosedur adat) yang tengah mengudara (karena katanya orang yang memegang jimat tidak akan mempan untuk membunuh Timbuleng). Jan Timbuleng yang dikenal kebal peluru (selama dia berdiri di atas tanah), pada saat itu juga tewas. Dari saku celananya berhasil didapat sebentuk cincin, sebuah arloji milik Joop Warouw, foto² keluarga Warouw dan sejumlah surat dari J.Piet Mongula, Walikota Manado yang juga diketahui beraliran kiri/komunis (tanggal kematian Jan Timbuleng ini simpang siur. Ada yang mengatakan sehari setelah ia ditangkap tanggal 8 Oktober, sementara Goan Sangkaeng mengatakan bahwa ia dibunuh tanggal 10 Oktober. Namun kepastiannya adalah sekitar satu atau dua hari setelah penahanannya).
Kematian Timbuleng membuat sejumlah perwira bawahannya mencoba untuk melarikan diri dari markas Sumual. Beberapa diantaranya, seperti Robby Parengkuan dan sejumlah anak buahnya berhasil melarikan diri dan kembali ke markas dimana Joop Warouw ditawan.
Sadar akan hal itu, Ventje Sumual pun mengirim pasukan untuk menyelamatkan Joop Warouw. Namun usaha tersebut sia² karena Joop Warouw telah dihabisi terlebih dahulu oleh anak buah Robby Parengkuan.

foto_Brigade_999
Brigade 999: Jan Timbuleng di tengah, gemuk & berbaret,
serta Gerson (Goan) Sangkaeng di paling kanan
13 Oktober 1960Pertemuan perundingan lanjutan antara Permesta dan Pemerintah Pusat gagal diadakan hari ini di Lahendong - Tomohon. Yang hadir di pertemuan ini yaitu Kolonel D.J. Somba (Selaku Komandan KDM-SUT), Letkoltituler A.C.J. Mantiri (Sekjen Dephan Permesta), Kolonel Lendy R. Tumbelaka (Saudara sepupu Broer Tumbelaka), Wagub Broer Tumbelaka yang didampingi ayah Joop Warouw yang ingin mendapat keterangan mengenai anaknya.
15 Oktober 1960Kepala Pemerintahan PRRI di Sulawesi, Waperdam Joop WAROUW dieksekusi di daerah Tombatu oleh salah satu anak buah Kapten Robby Parengkuan bernama Hemanus Jus dari Batalyon 7/Brigade 999, atas perintah lisan Jan Timbuleng sebagai Komandan Brigade 999.
Hal ini dikarenakan Joop Warouw tidak mau menandatangani naskah surat perintah tentang pengangkatan Jan Timbuleng menjadi Panglima KDM-SUT (Komando Daerah Militer Sulawesi Utara-Tengah) menggantikan Kolonel D.J. Somba (selain atas sebab lain yaitu Jan Timbuleng yang tewas).
Akibat peristiwa ini, terjadilah krisis kepemimpinan dalam tubuh Permesta. Pasukan Permesta di wilayah Utara sudah tidak lagi mengakui kepemimpinan KSAD RPI Brigjen Ventje Sumual. Perwira Permesta di wilayah Utara sepakat untuk kembali ke asalnya yaitu Angkatan Perang Permesta, bukan lagi mengusung nama PRRI, karena pemerintahan tandingan ini telah bubar, serta pimpinan pemerintahan sipil PRRI dan Permesta di Sulawesi, yaitu Joop Warouw, sudah terbunuh.
Robby Parengkuan serta sekitar seribu anggota bersama keluarga Batalyon 7/Brigade 999 lalu menyerahkan diri kepada pasukan Tentara Pusat.
(Namun, berdasarkan beberapa sumber, kematian Joop justru berkaitan erat dengan sikap Joop Warouw yang tetap mengakui PRRI, dan menolak negara baru RPI di dalam NKRI, serta memberikan surat cuti dinas kepada KSAD Ventje Sumual - hal mana membuat Sumual berang).
(Jenasahnya dicari² atas perintah Presiden Soekarno, lalu Gubernur Sulut H.V. Worang, dan Presiden Soeharto, namun gagal. Baru ditemukan tanggal 20 Agustus 1962 oleh Tim bentukan Ketua Sinode GMIM, Pdt. K.H. Rondo).

Sumber: http://www.geocities.ws/permesta2004/ 
Repost : @francisko_xl

Tidak ada komentar: