Cari Blog Ini

Mengenal Keistimewaan Yogyakarta dari Fakta Sejarah

Yogyakarta mengalami berbagai perubahan terkait keistimewaannya. Pada jajak pendapat yang diadakan pada 2007, sebagian besar penduduk DIY setuju jika jabatan legislatif sebagai gubernur dipegang oleh pihak Keraton Yogyakarta

Selain dikenal sebagai Kota Budaya dan Kota Pelajar, Yogyakarta juga memiliki gelar sebagai sebuah daerah istimewa di Indonesia. Keistimewaan yang melekat pada wilayah ini adalah warisan yang sudah ada sejak sebelum proklamasi kemerdekaan. Pada kenyataannya, sebagian masyarakat tidak memahami makna status istimewa yang disandang oleh kota tertua kedua setelah Jawa Timur ini.

Bergabung ke NKRI

Pada awalnya, Kesultanan Yogyakarta berstatus sebagai negara bagian dalam pemerintahan penjajahan. Status ini sudah ada sejak zaman VOC hingga penjajahan Jepang. Atas status tersebut, Kesultanan Yogyakarta dinyatakan berhak mengatur wilayahnya sendiri di bawah kendali pemerintahan penjajah. Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Soekarno mengakui dan tetap mempertahankan status ini meskipun bukan sebagai negara tetapi daerah.
Meleburnya Kesultanan Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melewati jalan yang cukup berliku. Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan, PPKI segera mengadakan sidang untuk membahas kedudukan Yogyakarta di dalam NKRI.

Pada saat itu, wakil dari Yogyakarta, yaitu Pangeran Puruboyo meminta agar Yogyakarta menjadi otonom. Adapun hubungan antara NKRI dan Yogyakarta akan diatur selanjutnya. Alasan yang disampaikan Pangeran Puruboyo cukup masuk akal. Ketika Jepang menyerah, kekuasaan sepenuhnya telah diserahkan pada negara bagian Yogyakarta. Menurutnya, jika kekuasaan itu ditarik kembali, akan menimbulkan keguncangan di Yogyakarta.
Namun, usul tersebut ditolak oleh Soekarno. Hingga Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dibuat, Yogyakarta mendapat status quo. Soekarno pun menetapkan piagam penetapan kedudukan untuk penguasa takhta Kesultanan Yogyakarta.

Pada September 1945, Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan dekrit yang berisi tentang penyatuan monarki yang dipimpinnya ke tubuh NKRI. Dekrit ini dikenal dengan nama Amanat 5 September 1945. Keputusan tersebut diambil setelah ia memastikan sikap dari seluruh rakyat Yogyakarta atas peristiwa Proklamasi.

Tumpang Tindih Birokrasi

Dekrit selanjutnya dikeluarkan oleh Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII pada 30 Oktober 1945. Isinya antara lain menyerahkan kekuasaan legislatif kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BPKNI) daerah Yogyakarta yang baru saja terbentuk sehari sebelumnya. Sejak saat itu, penguasa monarki, baik Kesultanan Yogyakarta maupun Pakualaman bekerja sama dengan ketua BPKNI daerah Yogyakarta untuk menjalankan pemerintahan.

Benturan mulai timbul karena adanya tumpang tindih di dalam birokrasi pemerintahan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah Maklumat No. 11 yang intinya adalah menggabungkan birokrasi dalam jawatan  Pemerintahan Daerah. Perdebatan alot sempat terjadi dalam perumusan RUU Pokok Pemerintahan Yogyakarta dimana BPKNI dan penguasa monarki tidak memiliki kesamaan pandangan.

Dalam perkembangannya, setelah melewati berbagai tantangan untuk menyatukan pendapat, monarki Kesultanan Yogyakarta dan Pemerintah Daerah bisa berjalan beriringan. Ada pembagian urusan yang diatur dalam pemerintahan. Wilayah negara bagian Yogyakarta yang meliputi Madiun, Pacitan, Tulung Agung, dan Trenggalek, menjadi bagian dari Indonesia. Sementara itu, Keraton Yogyakarta sendiri dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono IX.

Nilai Historis

Selanjutnya, Yogyakarta mengalami berbagai perubahan terkait keistimewaannya. Pada jajak pendapat yang diadakan pada 2007, sebagian besar penduduk DIY setuju jika jabatan legislatif sebagai gubernur dipegang oleh pihak Keraton Yogyakarta. Selebihnya masyarakat menginginkan adanya pemilihan langsung.

Namun, selain pengaturan soal kepemimpinan di Yogyakarta, keistimewaan daerah ini sebenarnya lebih terletak pada nilai historisnya. Sejarah mencatat Yogyakarta berperan besar pada masa-masa perjuangan kemerdekaan. Selain itu, keberadaan keraton dan pusat kebudayaan serta pariwisatanya yang unik menjadi salah satu faktor penegas keistimewaan daerah Yogyakarta.


 

Tidak ada komentar: