Cari Blog Ini

SEJARAH POLISI DI INDONESIA

Kepolisian pada Zaman Kerajaan Majapahit

Dalam sistem pengangkatan Raja di pulau Jawa, rakyat Jawa sangat patuh terhadap adat kebisaan leluhurnya yaitu seorang Raja haruslah keturunan dari  Raja, walaupun pada kenyataan ada Raja yang akan dinobatkan belum cukup umur atau cacat fisik, sehingga tidak mempunyai kemampuan dan kecakapan untuk melaksanakan pemerintahan kerajaan.

Keadaan demikian ini mengakibatkan timbulnya kekecewaan-kekecewaan dikalangan keluarga Raja yang lain, maupun yang iri hati, kemudian menimbulkan kekacauan-kekacauan di wilayah kerajaan atau usaha untuk merebut tahta kerajan yang diduduki oleh Raja.

Faktor kelemahan Raja pada masa pemerintahan Jayanegara mengakibatkan banyak terjadi kerusuhan-kerusuhan, bahkan berkembang menjadi pemberontakan di wilayah Majapahit.

Pemberontakan yang paling membahayakan keselamatan Raja adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti tahun 1319. Namun berkat bantuan 15 (lima belas) pengawal Pribadi Raja, yaitu Pasukan Bhayangkara yang dipimpin oleh Gajah Mada, Raja dapat diloloskan dan diungsikan kesuatu tempat yang aman yaitu diDesa Bedander.

Dalam pengungsian tersebut Gajah Mada tidak mengijinkan anggota pasukannya meninggalkan tempat pengungsian, hal ini dikhawatirkan apabila ada anggota pasukannya yang keluar dari tempat persebunyian tersebut akan menjadi penyebab diketahuinya tempat persembunyian Raja Jayanegara.

Pada waktu Gajah Mada bersama pasukan Bhayangkara mengungsikan Raja Jayanegara di Desa Bedander inilah Gajah Mada memberikan amanat untuk ditaati dan dijalankan oleh anggota Bhayangkara yang dipimpinnya.

Adapun amanat dari Gajah Mada yang ditekankan kepada para anggota pasukan Bhayangkara adalah :

Supaya Pasukan Bhayangkara Satya Haprabu.

Sikap setia pada kerajaan dan Raja, kerena Raja merupakan penjelmaan Tuhan di dunia, sehingga apabila setia dan patuh kepada rajanya, berarti setia dan patuh terhadap Tuhannya. Karena itu apa yang dikatakan oleh Raja ini berarti sama dengan perintah Tuhan yang harus dipatuhi.

Supaya Pasukan Bhayangkara Hanyaken Musuh.

Tindakan untuk selalu melenyapkan musuh, baik musuh kerajaan maupun musuh masyarakat, karena pada waktu itu ada anggota Sapta Dharma Putra yang ingin membunuh Raja dan ingin merebut tahta kerajaan serta dikwatirkan akan ada sekelompok pengganggu ketentraman Kerajaan.

Supaya Pasukan Bhayangkara Gineung Pratidina.

Suatu tekad mempertahankan kerajaan yang pada waktu itu Raja Jayanegara meloloskan diri dari ibu kota Kerajaan Majapahit beserta pengawalnya, maka oleh Gajah Mada ditimbulkanlah semangat lagi untuk meningkatkan kualitas pengabdiannya, untuk mempertahankan kerajaan dan merebut kembali Kerajaan Majapahit dari Ra Kuti yang telah menduduki Tahta Kerajaan dengan cara licik.

Supaya Pasukan Bhayangkara Tan Satrisna.

Ini merupakan sikap yang muncul dari hati nurani yang iklas tanpa pamrih, tidak terikat sesuatu atau hadiah.

Hal ini disampaikan kepada anggota pasukan Bhayangkara, karena pada saat Gajah Mada keluar dari persembunyian di desa Bedander, pergi ke ibu kota dengan menyamar sebagai rakyat jelata yang ingin mencari tahu dari rakyat Majapahit tentang sikap dan perasaan cinta Raja Jayanegara.

Dalam penyamaran itulah Gajah Mada mengetahui bahwa Ra Kuti mengadakan sayembara bahwa siapa saja yang dapat menunjukan dimana Jayanegara berada, akan diberi hadiah satu pundi-pundi berisi uang emas.

Tugas lain yang dibebankan kepada pasukan Bhayangkara yang dipimpinnnya adalah melaksanakan pemeliharaan rasa aman dan tentram yang dapat dirasakan oleh rakyat.

Berkat pemeliharaan ketertiban dan ketentraman Negara pada masa itu dapat menjamin keamanan jiwa, raga, harta dan benda,   karena tindakan yang tegas dan disiplin tinggi para anggotanya dalam setiap melaksanakan tugas, maka pasukan Bhayangkara sangat disegani dan ditakuti oleh kawan maupun lawannya.

Selain mengamankan Raja, juga bertugas menjaga ketertiban dan ketentraman, pengawasan dipasar-pasar, pusat perdagangan, di pantai dan pelabuhan, di jalan serta di tempat umum lainnya.  Yang diawasi dalam perdagangan dipasar-pasar diantaranya soal cukai, ukuran, takaran dan timbangan dan juga menjalankan pengadilan, kesusilaan dan penegakan peraturan dan perundang-undangan.

Peraturan-peraturan dikeluarkan berkaitan dengan pemberian kepada Pegawai, Lembaga Agama, mengenai  perlindungan, pengusahaan,  pemilikan tanah dan hak-hak perburuhan.

Kebanyakan dari peraturan-peratuhan ini dipikirkan dan disusun oleh Gajah Mada sendiri.

Perlu diketahui bahwa Kerajaan Majapahit sudah mempunyai beberapa Lembaga Pemerintahan sebagai kelengkapan untuk membantu Raja melaksanakan pemerintahan. Adapun lembaga-lembaga tersebut antara lain :

Sapta Dharma Putra.

Sapta Dharma Putra disebut juga Bhatara.

Sapta Prabu.

Anggota anggotanya terdiri dari : Nenek Raja, Paman Raja, Saudara dari Ayah atau Ibu Raja yang berjumlah 7 (tujuh) orang. Tugasnya memberikan saran, pertimbangan, nasehat kepada Raja dalam menentukan politik kenegaraan dan pemerintahan serta dalam pengambilan keputusan penting lainnya.

Bhayangkara

Bhayangkara mempunyai anggota prajurit-prajurit pilihan.

Pada awal pembentukannya terdiri dari 15 (lima belas) orang yang dikepalai oleh Bekel Gajah Mada.

Adapun tugasnya menjaga ketentraman, ketertiban, penegakan peraturan sekaligus sebagai pengawal pribadi Raja dan Negara Majapahit, yang kemudian dalam perkembangannya, Bhayangkara mengembantugas menjaga ketentraman, ketertiban, penegakan peraturan perundang-undangan kerajaan serta pengawasan perdagangan.

Ratu Angabaya.

Pejabat ini bertugas sebagai penguasa pemerintahan apabila Negara dalam keadaan bahaya (diangkat secara luar biasa).

Jalanidi

Pejabat ini bertugas mengumumkan dan menegakan kedaulatan Negara diluar dan juga sebagai pasukan dilaut, merangkap Polisi Laut, dikepali oleh Laksamana Nala.

Anggotanya dipilih daripara pelaut dan pedagang di laut serta para nelayan.
Pasukan Bhayangkara pemegang pengawasan daerah-daerah kekuasaan yang sangat luas.

Untuk urusan di dalam kota, kerajan dipercayakan kepada pasukan Andhika Bhayangkari.

Sedangkan untuk daerah luar kota kerajaan atau daerah kekuasaannya dipercayakan kepada Pasukan Bhayangkara Lelana serta terdapat pejabat-pejabat tertentu diantaranya Tanda Mantri  adalah seorang Pejabat Kerajaan yang melaksanakan tugas-tugas tertentu.

Petugas ini dapat disamakan dengan Polisi Khusus pada jaman sekarang.

Dasar Fungsi Kepolisian terletak dalam peraturan-peraturan Raja yang dibukukan menjadi Kitab Hukum yang ditulis oleh Pujangga Kerajaan atau Empu yang disebut Kitab “ utara Manava” .

Kitab Hukum ini merupakan pengganti Kitab Hukum yang sudah ada sebelumnya.

Fungsi Kepolisian di pedesaan dititik beratkan kepada pengawasan dan pelaksanaan norma-norma masyarakat desa yang tumbuh sebagai adat, sedangkan pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan atau peraturan kerajaan diserahkan kepada pejabat atasannya untuk mendapat keputusan.

Nilai – nilai kejuangan Polisi yang terkandung dari sejarah pada Zaman kerajaan  Majapahit :

Melindungi dan mengayomi dari usaha-usah yang meresahkan dan mengancam keamanan serta ketertiban umum.

Adanya sikap ketaatan kepada Tuhan dan patuh kepada rajanya.

Adanya semangat untuk melindungi dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar kerajaan.

Adanya suatu tekad dan semangat untuk selalu meningkatkan kualitas pengabdiannya kepada kerajaannya.

Memiliki sikap tanpa pamrih.

Pasukan Bhayangkara pada masa Kerajaan Majapah

Kepolisian pada Zaman Penjajahan Belanda

Awal pemerintahan Hindia Belanda sebuah komisi untuk membuat rancangan peraturan tentang Kepolisian dan peradilan Politie & Justitiewezen komisi terdiri dari tiga orang yaitu : Mr. Muntings, Mr. Maurisse dan Mr. Markus pada tanggal 8 April 1817 untuk melaksanakan tugas Kepolisian dan peradilan, komisi tersebut menganjurkan supaya :

Pokrol Jenderal (Jaksa Agung) pada Hooggerechtshof (makamah Agung Hindia Belanda) dijadikan kepala Polisi Kehakiman, tetapi diberi wewenang memimpin Kepolisian umum yang disalurkan lewat residen, dalam pelaksanaan tugas ia dibantu oleh para residen dan opsir Justitie.

Administrative Politie, disamping adanya Justitiele Politie, titugaskan pula residen atau Kepala pemerintahan tradisional, sesuai dengan ketentuan yang dibuat tentang hubungan antara administrative dan justitie Politie.

Sebagai hasil dari kerja komisi tersebut, keluarlah profisionell Reglement op de Criminele Rechts Vordering bij het Hooggerechshof ende Raden Van Justitie untuk orang Eropa, dan Regleent op de Administratie Der Politie en de Crimineele en civiele Rechsvordering onder den Inlander in Nederlandsch Indie untuk orang bumi putra pada tanggal 10 Januari 1619.

Bentuk-bentuk Kepolisian pada zaman ini adalah :

Polisi Umum (Algemene Politie)

Polisi Kota

Polisi Bersenjata (Gewapende Politie)

Polisi Lapangan (Veled Politie)

Polisi Perkebunan (Cultur Politie)

Polisi Pangreh Praja (Bestuur Politie)

Nilai –nilai kejuangan Polisi yang terkandung dari sejarah pada Zaman Penjajahan Belanda : Pada saat ini mulai dibentuk rancangan peraturan Kepolisian dan peradilan.



Kepolisian pada Zaman Penjajahan Jepang

Pada saat kedatangan jepang di Indonesia 8 Maret 1942, susunan Organisasi Kepolisian terbagi-bagi menjadi regional tidak terpusat dan masing-masing regional mempunyai kantor pusat sendiri-sendiri.

Jumlah Polisi yang diserah terimakan dari pemerintah Belanda sebanyak 31.620 orang yang terdiri dari, 10 Hopkomisaris, 117 Komisaris Polisi, 13 Wedana Polisi, 63 Hopinspektur Polisi, 88 asisten wedana, 545 Inseptur Polisi, 1.463 Mantri Polisi, 513 Hopagen Polisi, 154 Hopposhui Komandan, 2.582 Poshuis Komandan/ Resrse dan 26.073 agen Polisi.

Kepolisian di Indonesia pada zaman ini terbagi menjadi 4 Regional :
Kepolisian yang berkantor pusat di jakarta, membawahi Kepolisian dipulau jawa dan Madura, dibawah pimpinan balatentara angkatan darat (Rikugun).

Kepolisian di pulau Sumatera berkantor pusat dibukit tinggi, dibawah kendali bala tentara angkatan darat (Rikugun).

Kepolisian regional timur besar meliputi pulau-pulau Sulawesi, Maluku, Irinbarat, berkantor pusat di Makasar dibawah kendali (Pemerintah) bala tentara angkatan laut (Kaigun).

Kepolisian dipulau Kalimantan berkantor pusat dibanjar masin dibawah Pemerintah bala tentara angkatan laut (Kaigun).

Tahun 1944 Lahir Tokubetsu Keissatsu Tai (Polisi Istimewa), dibentuk pada setiap syu, Kochi dijawa dan Madura, yakni sebuah pasukan yang mobil dan mempuyai persenjataan yang lebih lengkap daripada persenjataan warisan dari Polisi Hindia Belanda.

Pembentukan pasukan ini dimaksudkan agar dapat digerakan sebagi pasukan penggempur dibawah pemerintah Syu Chaing Butyo, dengan sebutan Tokubetsu Keisatsu Tai.

Pasukan ini disebut karesidenan mempunyai jumlah anggota antara 60 orang sampai 150 orang.

Penetapan jumlah anggota sangat dipengaruhi oleh letak dan arti pentingnya suatu karesidenan.

Karesidenan priangan dan surabaya juga kota Praja Istiwewa Jakarta masing-masing mempunyai jumlah anggota yang lebih banyak bila dibandingkan karesidenan lainnya.

Kesatuan Polisi ini dipersenjatai Karabijn, Water mantel, untuk masing-masing anggota dan ditambah dengan beberapa senapan mesin.

Maksudnya agar kesatuan ini dapat dipergunakan dan digerakan apabila terjadi gangguan ketertiban dan keamanan umum yang tingkat intensitasnya tinggi seperti, huruhara, kerusahan dan perampokan.

Nilai –nilai kejuangan Polisi yang terkandung dari sejarah pada Zaman Penjajahan Jepang : Bahwa tugas Polri mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Kepolisian pada Zaman Kemerdekaan Indonesia

Setelah Prolamasi 17 Agustus 1945 Indonesia Merdeka, dan pada Tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah UUD 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) maka sejak saat itu terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dengan sitem pemerintahan Presidensil.

Untuk menjaga keamanan negara maka pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN), Pada Tanggal 21 Agustus 1945 Inspektur Kelas 1 Polisi M. Mochammad Jassin Komandan Polisi Istimewa Surabaya memproklamasikan
Proklamasi Kepolisian Indonesia, dengan bunyi 
 “Oentoek bersatoe dengan rakyat dalam perjuangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menyatakan Polisi Istimewa Sebagai Polisi Republik Indonesia”,

pada tanggal 22 Agustus 1945 Kepolisian Indonesia dibentuk dibawah Menteri Dalam Negeri, dan pada tanggal 29 September 1945 Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno melantik R.S.

Soekanto sebagai Kapala Kepolisian Republik Indonesia yang pertama, dengan tugas untuk Mengamankan, Mengawal, Menjaga serta menegakan hukum Negara dan Bangsa Indonesia yang merdeka.




Pejabat Kapolri dari masa ke masa


Komisaris Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo 29 September 1945 - 14 Desember 1959 

 
Komisaris Jenderal Polisi Soekarno Djojonegoro 14 Desember 1959 - 30 Desember 1963

 
Jenderal Polisi Soetjipto Danoekoesoemo 30 Desember 1963 - 8 Mei 1965

 
Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo 9 Mei 1965 - 15 Mei 1968 

 
Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso 15 Mei 1968 - 2 Oktober 1971 

 
Jenderal Polisi Mohamad Hasan 3 Oktober 1971 - 24 Juni 1974

 
Jenderal Polisi Widodo Budidarmo 26 Juni 1974 - 25 September 1978 

 
Jenderal Polisi Awaluddin Djamin 26 September 1978 - 3 Desember 1982 

 
Jenderal Polisi Anton Soedjarwo 4 Desember 1982 - 6 Juni 1986


Jenderal Polisi Mochammad Sanoesi 7 Juni 1986 - 19 Februari 1991 
 
Jenderal Polisi Kunarto 20 Februari 1991 -
5 April 1993 

 
Jenderal Polisi Banurusman Astrosemitro 6 April 1993 - 14 Maret 1996

 
Jenderal Polisi Dibyo Widodo 15 Maret 1996 -
28 Juni 1998 

 
Jenderal Polisi Roesmanhadi 29 Juni 1998 - 3 Januari 2000 

 
Jenderal Polisi Roesdihardjo 4 Januari 2000 -
22 September 2000

 
Jenderal Polisi Surojo Bimantoro 23 September 2000 - 21 Juli 2001 

 
Jenderal Polisi Chairuddin Ismail 2 Juni 2001 -
7 Agustus 2001 

 
Jenderal Polisi Da'i Bachtiar 29 November 2001 - 7 Juli 2005

 
Jenderal Polisi Sutanto 8 Juli 2005 - 30 September 2008 

 
Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri 1 Oktober 2008 - 22 Oktober 2010 

 
Jenderal Polisi Timur Pradopo 22 Oktober 2010 - 25 Oktober 2013

 
Jenderal Polisi Sutarman 25 Oktober 2013 - 16 Januari 2015

Jenderal Polisi Badrodin Haiti 17 April 2015 - 14 Juli 2016 

 
Jenderal Polisi Tito Karnavian 14 Juli 2016 -    



    



Tidak ada komentar: