Gerbang Kampung Kuta Adat.
KAMPUNG Adat Kuta merupakan sebuah komunitas adat berupa foklor atau Cerita rakyat yang perlu di lestarikan, dikembangkan, dan dimanfaatkan sebagai aset wisata budaya lokal daerah di Kab. Ciamis dan Jawa Barat, Karena Kampung adat kuta pada tahun 2002 mendapatkan Kalpataru oleh Presiden RI Megawati Soekarno putri sebagai kategori penyelamat lingkungan dan adat istiadat di Indonesia Secara administratif masyarakatnya masih melaksanakan tata cara kebiasaaan adat istiadat kebiasaan nenek moyang secara turun temurun, mereka hidup dari hasil hutan, berkebun, bersawah dan berladang. Sebagai kelompok sosial, mereka juga memandang lahan, tidak saja sebagai lahan produksi, tetapi juga sebagai suatu yang suci yang disepati secara bersama-sama dengan adanya hukum adat yang berlaku secara turun temurun, dengan adat istiadat yang masih dijaga oleh masyarakat Kampung adat Kuta.
Adat-istiadat merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan upacara adat, berkesenian, hiburan, berpakaian, olah raga dan sebagainya.
Rumah Adat Kampung Adat Kuta Ciamis.
Terwujudnya adat istiadat ini diibaratkan menanam tumbuhan yang tidak terlalu kuat pohonnya seperti kacang panjang dan lada, kacang panjang atau lada menjadi kuat batangnya hanya jika tanah di sekitarnya selalu (digemburkan) sehingga kandungan oksigen dalam tanah lebih banyak dan akarnya mudah menembus tanah. Pohon dapat berdiri tegak dan makin tinggi jika diberi kayu anjungan. Pada saat orang lupa mengambak dan mengajung, maka tumbuhan menjadi kerdil atau mati, demikian pula pelaksanaan adat-istiadat ini di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga apabila dibiarkan berlarut-larut ada kemungkinan akan memudar bahkan lenyap atau hilang karena kemajuan jaman. Keberadaan Kampung adat Kuta dan masyarakat pendukungnya diproyeksikan dalam suatu bentuk adat istiadat, hukum adat, ritual adat dan, rumah adat yang masih dipegang teguh secara turun temurun sampai sekarang. Kampung adat Kuta masih mempertahankan nilai-nilai adat istiadat melalui hukum adat yang berlaku di daerahnya. Misalnya untuk masuk ke hutan keramat hanya hari senin dan jumat, tidak boleh meludah, mengambil barang-barang yang ada di hutan keramat, tidak boleh memakai perhiasan, tidak boleh mengunakan pakaian serba hitam, larangan menggunakan alas kaki, larangan memakai pakaian dinas. Bahkan kekhasan kampung adat kuta yang berbeda dengan kampung adat lain yaitu di kampung adat Kuta menguburkan orang yang meninggal dunia ke kampung lain, tidak boleh atau larangan membuat sumur, sampai sekarang hukum adat tersebut masih berlaku.
Pada umumnya, cerita asal usul kampung kuta terbagi dua bentuk paparan, yaitu kampung kuta pada masa kerajaan galuh dan masa kerajaan Cirebon, namun keduanya ternyata memiliki kesamaan. Dalam beberapa dongeng buhun mereka menganggap dan mengakui sebagai keturunan ratu galuh, dan keberadaannya di kampung kuta sebagai penunggu atau penjaga kekayaan ratu galuh. Tersebutlah seorang raja bernama Prabu Sukaresi (Prabu Adimulya Permana Dikusuma tahun 742-752 Masehi) mengembara bersama beberapa pengawal terpilih yang berpengalaman.
Hasil Kerajinan tangan Kampung Kuta Adat.
Pengembaraan dilakukan untuk mencari daerah yang cocok dijadikan pusat pemerintahan kerajaan, saat untuk pusat kerajaan. Prabu Ajar Sukaresi segera memerintahkan pengawalnya untuk membangun peristirahatan, dia sendiri akan meneliti dan meninjau secara sesama daerah sebrang cijolang tersebut.
Setelah penelitian, Prabu Ajar Sukaresi mengajak pasukannya untuk memulai persiapan membuka daerah yang akan dijadikan pusat kerajaan. Bekas tempat peristirahatan sementara di tepi sungai cijolang tadi, sekarang di sebut dodokan artinya bekas tempat peristirahatan raja.
Pada suatu hari, Prabu Ajar Sukaresi berkeliling daerah ternyata daerah tersebut dikelilingi tebing tinggi, melihat kondisi ini, Prabu Ajar Sukaresi, Beranggapan bahwa daerah ini, tidak dapat berkembang dan di perluas karena dibatasi tebing. Dengan terpaksa, persiapan yang telah dilaksanakan untuk membangun pusat pemerintahan di tinggalkan. Karena letaknya berada di sebuah lembah yang di kelilingi tebing, maka daerah ini di sebut Kampung Kuta.
Untuk selanjutnya, karena dilatar belakangi oleh beberapa alasan, maka Raja Galuh tidak jadi membangunnya di kampung kuta, melainkan di Desa Karangkamulyan sekarang kecamatan Cijengjing, untuk memelihara Kampung Kuta, Raja Galuh Mempercayai Raja Cirebon dan Raja Solo untuk mengutus orang kepercayaannya, yaitu Raksa Bumi dari Cirebon dan Bata Sela dari Solo. Diantara dua orang yang ditugaskan, yang paling cepat datang ke Kampung Kuta Yaitu Raksa Bumi. Kemudian Raksa Bumi menetap di Kampung Kuta dengan Memelihara keutuhan daerah Kampung Kuta dengan sambutan Ki Bumi yang di beri gelar Kuncen (Juru Kunci). Ki Bumi menjaga beberapa peralatan/perbekalan yang belum sempat dibawa kota Raja Baru (Karangka-mulyan). Untuk selanjutnya Ki Bumi tersebut merupakan leluhur yang menurunkan kuncen Kampung Kuta sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar